Home - Polisi Tak Becus Urus Kasus Udin

Polisi Tak Becus Urus Kasus Udin

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com, Tahun 1996 lalu, para pegiat pers di Indonesia ini digegerkan oleh kasus pembunuhan Udin (wartawan Bernas Jogja) yang sampai sekarang belum juga terungkap. Selama belasan tahun pula para pegiat pers menuntut kepada aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus itu, tapi nampaknya pelbagai tuntutan itu acapkali tak digubris. Alhasil sampai sekarang kasus Udin masih menjadi misteri.

Pandangan itu terbongkar dalam Talkshow dan Diskusi Kebebasan Pers bertema “Dari Orde Baru ke Pasca Orde Baru: Dari Tekanan Politik Pemerintah ke Cengkeraman Konglomerasi”. Talkshow ini diselenggarakan Lembaga Pers dan Penerbitan Mahasiswa Nuansa UMY (LPPM UMY) di gedung AR. Fachruddin B lt. 5, Selasa (20/05).

Salah satu pemateri, Heru Prasetya mengungkapkan kasus Udin yang tak kunjung terungkap merupakan indikasi ketidakseriusan polisi dalam menangani kasus itu. “Polisi yang sengaja menutup diri,” tegasnya yang juga pernah menjadi wartawan Bernas Jogja. Pandangan Heru ini juga diamini Hendrawan (Ketua Aliansi Jurnalis Independen/AJI Yogyakarta), menurutnya sudah banyak tuntutan yang disampaikan pelbagai kalangan, tapi polisi malah acuh dan tak mengindahkan tuntutan itu. “Niat polisi tidak ada,” jelas Hendrawan yang juga menjadi pemateri diskusi.

Ketidakseriusan polisi dan terkesan menutup-nutupi kasus pembunuhan Udin sebenarnya telah terlihat sejak awal kasus ini mencuat. Ini bisa dilihat dari pengamanan Tempat kejadian Perkara (TKP) yang tak diberi police line (Baca: garis polisi). Sehingga proses penyidikan menjadi terhambat karena TKP telah banyak didatangi orang, dan barang bukti menjadi kabur.emisal sidik jari yang sukar dilacak lagi. “Garis polisi bari dipasang pada hari ke-13, itupun kurang dari satu hari,” ujar Heru.

Heru pun menambahi, ketidakberesan kasus itu juga terlihat dengan adanya pernyataan Tri Sumarni (tetangga Udin) yang mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta bahwa ia dipaksa oleh Edy Wuryanto yang pada waktu itu menjabat Serse Polres Bantul dan Sri Kuncoro, salah satu aparat pemerintahan Desa Patalan untuk mengaku sebagai selingkuhan Udin. “Semangat membawa kasus perselingkuhan sudah lama,” tutur Heru.

Bukan hanya perselingkuhan yang dibawa ke kasus Udin, tapi intimidasi terhadap Dwi Sumaji alias Iwik yang dilakukan Edy Wuryanto juga mewarnai kasus itu. Edy Wuryanto memaksa Iwik untuk mengaku bahwa ialah pelaku pembunuhan Udin. Penangkapan Iwik yang berujung intimidasi oleh Edy Wuryanto beralasan bahwa ada isu Udin berselingkuh dengan Sunarti, istri Iwik. Sehingga Iwik marah dan menganiaya Udin. Anggapan Edy Wuryanto ini diperkuat dengan ditemukannya dompet Udin yang didapati foto Sunarti. Setelah diusut lebih jauh, ternyata foto Sunarti di dompet Udin merupakan rekayasa belaka, “Ternyata itu (Baca: foto di dompet Udin) dokumentasi  Iwik dan Sunarti di KUA yang diambil oleh polisi,” terang Heru lebih lanjut.

Pelbagai fakta-fakta di atas sering dilontarkan ke pihak kepolisian, tapi setiap kali kasus Udin diserukan ke publik, pihak kepolisian selalu mengelak, “mana bukti barunya,” tampik pihak kepolisian yang ditirukan Hendrawan.

Udin, Sang Visioner

Apa yang dilakukan Udin dalam pemberitaan yang ia buat merupakan hal visioner ketika itu. Tatkala belum banyak mata jurnalis melirik isu-isu semisal korupsi, tapi Udin berani dan lantang memberitakan lewat tulisan-tulisanya. Dua berita yang ditulisnya wantu itu berjudul “Pengembangan Parangtritis Perlu Dana Rp 100 Milyar” dan “Pembangunan Ini Untuk Kesejahteraan Siapa?”, kedua tulisan itu diterbitkan di koran Bernas Jogja.

Bisa dilihat pemberitaan Udin itu berani mengkritik dan memaparkan kepada masyarakat bahwa ada penyelewangan-penyelewengan yang dilakukan oleh pihak birokrat dalam mengeluarkan regulasi. “Apa yang dilakukan Udin adalah visioner,” jelas Hendrawan.

Lebih lanjut Hendrawan menerangkan bahwa pembungkaman jurnalis merupakan tindakan yang tak bisa dibenarkan, dan masyarakat pula yang menerima getahnya. “Ketika jurnalis dibungkam, maka sumber informasi masyarakat tertutup,” paparnya.(Usman Hadi)

 

Editor : Ulfatul Fikriyah