Oleh IwuL
Duh… Gusti
Kau adakan setiap hal berpasang-pasangan
Sulit tertempel padanya mudah
Sakit tertempel padanya obat
Sedih tertempel padanya bahagia
Sempit tertempel padanya kelapangan
Maka seharusnya kami bersabar akan rahmat Mu
Maka seharusnya kami tak berputus asa atas karunia Mu
Maka, bimbinglah kami
meniti setiap yang kau adakan
Tanpa berucap lelah
Tanpa berucap kalah
Maka, elus-eluslah kami
dengan belaian kasih sayang Mu
Kami, yang tak mengerti
setiap mutiara di balik butiran debu
Kami, hanya menyangka
debulah sejatinya
Maka, sejukkan ubun-ubun hati kami
dengan anugrah kesabaran
Maka, tuntunlah kami
menyibak mata hati kami
yang tertutup kelelahan dalam sunyi
tertutup keputusasaan dalam sulit
Duh, Gusti
#wuL
April 7, 2014
Bangku kosong
Aku letakkan impianku di bangku itu
Orang bilang, dengan bangku itu
Impianku kan nyata
Aku bersaing ilmu dengan teman sebangkuku
Kadang pun aku menyikutnya
Aku berlari untuk sampai ke bangku itu tepat waktu
Karna takut dimarahi orang yang menyebut dirinya guru.
Aku terus ingin menjadi yang nomor satu di bangku itu
Aku rajinkan diri agar kelak impianku tercapai
lewat bangku itu.
Orang tuaku mati-matian
Mendekatkanku pada bangku itu
Kerja keras banting tulang
Tuk menempatkanku pada posisi terdepan bangku itu
Walau terkadang aku tak paham
Kenapa mereka menggebu
Dulu, para pendiri bangku itu
Bercita-cita,
Bangku itu untuk membaguskan budi pekertimu
Srawungmu dengan manusia
Serta bagaimana memanusiakan manusia
Tapi kini, bangku itu hanya bangku kosong ku kira.
Aku tak berniat lagi untuk meletakkan semua mimpiku di sana
Ia bukan satu-satunya jalan meraih mimpi
Bahkan sebenarnya dia bukan tempat meletakkan mimpi.
Ia sebenarnya adalah seperti yang dicita-citakan para pendiri.
Namun, Ia sudah bukan lagi menjadi tempat untuk bercengkerama
Menempa diri lewat kedisiplinan
Serta memanusiakan manusia
Bangku itu kini, sudah warna-warni
Warna gelap untuk kaum proletar seperti kami
Dan warna merah untuk kaum bangsawan
Jika bangku itu untuk kalangan tertentu
Bagaimana nasib yang tak mampu duduk di bangku itu??
Aku makin bingung,
Masih ada yang meletakkan mimpinya di bangku itu.
Jika iya bangku itu tempat segala mimpi bisa diraih
Lalu bagaimana nasib proletar seperti kami
Yang menempati bangku hitam yang kelam.
Ah.. aku sudah tak percaya lagi pada bangku itu
Itu hanya bangku-bangku kosong
Penipu!
Bangku itu tercoret-coret kepentingan elit politik
Bangku itu sudah bukan seperti yang Tan Malaka, Ki hajar Dewantara, Soekarno, Hatta
Dan tokoh-tokoh lainya harap-harapkan.
Aku kembalikan seperti awal cita-cita pendiri bangku itu
Menjadikannya tempat bercengkerama
Membenahi budi pekerti
Serta memanusiakan manusia
Maafkan aku ayah bunda,
Aku tak ingin jadi nomor satu di bangku itu
Jangan kau andalkan dia dalam mendidikku
Jangan kau andalkan dia dalam masa depan cita-citaku
Aku akan terus belajar
Belajar dari, dengan, dan oleh siapapun
Bangku ku adalah kehidupan ini.
#wuL
3 Mei 2014//12.32 wib
Kepada Aku
Di persembunyian aku menari..
Di persembunyian aku menyanyi…
Imajiku belumlah melampaui langit-langit bumi
Imajiku terbatas di langit-langit kamar ini.
Sejauh mata memandang
hanya tembok-tembok rapuh ini yang menghadang…
Maka hanya berbatas tentang AKU
sajak-sajak ini tercipta…
#wuL
Gaia, 14 Maret 2014
“Nglemprak”
Ada yg bingung berkata,
Duh duh… Mana kursi mana..
Kursi mana, kursi..
Keju aku harus bediri apalagi nglemprak
Sini, sini bagi-bagi kursi
Aku juga mau…
Yang ini berkata lain,
Ah, aku suka lesehan
Adem, tentrem,
Nglemprak-nglemprak sama tetangga
Di tanah ini kita lahir dan terpendam mati
Yah, aku mau mengabdi untuk sesama.
#Kamar sunyi, 21 Mei 2014
Ku pegang erat-erat *Balonku?
Aku pegang erat-erat kau,
Dalam tangisan ini
Aku pegang erat-erat kau
Dalam sunyinya hati
Kasihku, aku simpan namamu dalam hatiku.
Hanya Kau.
Kamar sunyi, 3 Mei 2014
Pekik Rindu
Menderu derap langkahmu mnjauh,
Meninggalkan jejak berkarat
Disana kau memekikkan kerinduan
Ku telusuri jejakmu
Ku susuri gelombang pekikan rindumu
Mungkinkah ku kan menggenggammu, Wahai Semu?
#wuL 21052014
Cahya
“Di kuil suci tak kau temui,
Di Pura diatas bukit pun tak bersua,
Di Gereja tengah kota pun tak bertatap
Hingga di Ka’bah nan megah pun tak nampak guratan Wajah.
Tak di mana-manapun Ia.
Hanya ternyata bersemayam di sini. Di kedalaman hati.” Pikirnya di atas padang savana bersama riuhnya angin dan jeritan burung-burung senja.
#15 Mei 2014
*Isnaini Wulansari (iwuL)
Status : disetarakan saja. Setara dengan sesama. Duduk bersama. Berdiri bersama.
Pokoke nyedulur 😀
Temukanku di wilayah MPI, FITK