Home - Perkembangan Industri Kretek di Indonesia

Perkembangan Industri Kretek di Indonesia

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

lpmarena.com, Tembakau telah lama menjadi salah satu komoditas unggulan di negeri ini karena memiliki nilai tukar yang tinggi. Kondisi geografis Indonesia yang subur menjadikan ladang tembakau tersebar di banyak tempat seperti halnya Temanggung, Semarang dan juga Wonosobo. Selain itu, permintaan pasar yang besar turut menjadikan tembakau sebagai salah satu penyumbang penting bagi devisa negara.

Di sisi lain, keberadaanya juga menyisakan konflik yang panjang. Isu pro kontra penanaman tembakau sebagai bahan utama rokok turut mewarnai perjalanan sejarahnya. Belum lagi persoalan menyangkut petani tembakau yang tidak berkesudahan.

Berangkat dari refleksi ini, BPPM Primordia fakultas Pertanian UGM menerbitkan majalah bertemakan “Prahara Tembakau dalam Asap Rokok.” Dalam acara peluncuranya tadi malam di ruang seminar Jogja Paradise, Selasa (3/06), majalah edisi ke-XX ini didiskusikan dengan menghadirkan beberapa pembicara. Acara berlangsung selama tiga jam sejak 18.30-21.30 WIB.

Dalam diskusi itu, Rifki, pembicara dari Komunitas Kretek Indonesia menyatakan bahwa tembakau merupakan komoditas terbaik dengan pasar yang besar. Selain itu ia juga menjelaskan bahwa industri kretek, sebagai penyalur pengolahan tembakau lokal perlu didorong untuk mendukung ekonomi kerakyatan karena potensinya yang besar.

“Satu-satunya industri dalam negeri yang menggunakan bahan baku dari dalam negeri dan bahkan bisa sampai diekspor adalah industri kretek. Maka dari itu industri kretek perlu didorong.” Kata Rifki.

Ia menambahkan, bahwa tembakau lokal saat ini tengah terancam dengan adanya tembakau impor virginia. Sebab masuknya tembakau impor menimbulkan persaingan di antara dua komoditas tersebut.

Berbeda dengan Rifki, Priyo Dosen fakultas Pertanian UGM berbicara mengenai kontradiksi Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Peraturan tersebut dianggap menyebabkan anjloknya produksi tembakau lokal. Sementara pemerintah menekan produksi tembakau lokal, impor tembakau China meningkat sebanyak 13% pada tahun 2013. Ia menganggap bahwa peraturan pemerintah tersebut tidak berlandaskan pada faktor kesehatan seperti yang tertera di dalamnya, melainkan faktor kepentingan ekonomi. (Rifa’i)

 

Editor : Ulfatul Fikriyah