Home - Saptohadi Deklarasikan Kawasan Bebas Narkoba

Saptohadi Deklarasikan Kawasan Bebas Narkoba

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email
Sesi foto Saptohadi bersama warga RW 12 kelurahan Demangan dalam acara Deklarasi Kawasan Bebas Narkoba, (15/6).

Sesi foto Saptohadi bersama warga RW 12 kelurahan Demangan dalam acara Deklarasi Kawasan Bebas Narkoba, (15/6).

lpmarena.com,Keunikan bukan menjadi monopoli grup band tertentu saja. Namun pecandu penyalahgunaan narkoba juga unik. Hal itu diungkapkan oleh Saptohadi, ketua Badan Narkotika Nasional (BNN) kota Yogyakarta dalam acara Deklarasi Kawasan Bebas Narkoba Warga RW-12 Kelurahan Demangan Kecamatan Gondokusuman (15/6).

Ia menjelaskan pentingnya sosialisasi tidak hanya di ruangan, tetapi juga di luar ruangan. BNN melakukan terobosan yang berbeda tentang sosialisasi. Sosialisasi lewat banner, pamflet, serta apa pun yang berbau testimoni BNN tidak lagi mengembangkannya. Karena itu malah semakin membuat orang penasaran untuk mencoba narkoba. Alih-alih menghindarkan malah menjerumuskan. “Dari yang pernah kecanduan, ditanya kenal narkoba darimana? Katanya dari sosialisasi, dari pameran BNN,” kata Sapto prihatin.

Metode penghindaran narkoba ada tiga, yaitu pencegahan, pemberdayaan masyarakat, dan pemberantasan. Upaya pencegahan dimulai dari yang tubuhnya sehat dan imunnya kebal untuk sadar jangan menyentuh narkoba. Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui kampanye. Dan upaya pemberantasan, untuk para pengedar, sindikat, serta bandar ditangkap dan diadili. “Kita kan ada yang namanya UUD narkotika. Disana pasti ada tindak pencucian uang. Jika sindikat hanya dihukum saja tetapi asetnya masih itu tidak akan putus,” papar Sapto saat diwawancarai ARENA usai memberikan sambutan.

Menurut penelitian, 100% pecandu adalah perokok dan 90%-nya peminum. “Rokok adalah benih-benih yang menjadikan orang sebagai pecandu,” ujar Sapto. Ia menjelaskan 2,2% rata-rata penduduk nasional adalah pecandu dan hanya 300 orang per tahun saja yang mampu direhabilitasi. Jumlah ini tiap tahun terus meningkat dan menyerang para usia produktif kisaran 10-59 tahun.

Pecandu narkoba bisa dideteksi lewat rambut, liur, hingga DNA. Meski hal itu dicoba untuk dimanipulasi lewat minum air kelapa muda sampai yang paling ekstrim minum autan, BNN tidak bisa dibohongi. “Kita ada IPWL, Institusi Penerima Wajib Lapor. Jadi program untuk pecandu agar lebih baik mereka direhabilitasi daripada dipenjara,” tukasnya. Dan institusi di Jogja yang bisa dirujuk antara lain Rumah Sakit Jogja dan puskesmas Umbulharjo. Saptohadi sendiri berujar jika ada orang yang tahu kasus narkoba tapi tidak melaporkan termasuk pidana.(Isma Swastiningrum)

 

Editor : Ulfatul Fikriyah