Home - Demokrasi Ekonomi sebagai Jalan Menuju “Kedaulatan Rakyat”

Demokrasi Ekonomi sebagai Jalan Menuju “Kedaulatan Rakyat”

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

*) Oleh : Arjuna Putra Aldino

Bagi Lenin, politik adalah konsentrasi ekonomi. Tidak ada sektor yang lebih bernilai politik ketimbang ekonomi. Dalam makna ini, pertarungan atau kompetisi politik, bukanlah semata-mata untuk politik itu sendiri, melainkan untuk memenangkan kontrol atas sumberdaya ekonomi. Ekonomi adalah dasar dan tujuan daripada politik. Dengan demikian, mereka yang mengontrol ekonomi, dengan sendirinya mengontrol politik. Maka dari itu Soekarno mengatakan bahwa pemerintahan yang hanya memakai demokrasi politik saja tidaklah cukup untuk membuat sejahtera rakyat jelata.

Di lapangan politik, rakyat adalah raja. Namun di wilayah ekonomi tetaplah ia budak. Demokrasi politik yang berarti kesamarataan hak di lapangan politik, tidak menguntungkan bagi kaum miskin manakala tidak dilengkapi dengan kesamarataan di lapangan ekonomi pula. Bagi Soekarno, masalah ekonomi merupakan bagian yang integral daripada politik. Itulah Sosio-demokrasi dimana demokrasi bukan hanya di wilayah politik melainkan juga di wilayah ekonomi. Sehingga memungkinkan masyarakat menerapkan kontrol sosial tidak hanya atas wilayah politik namun yang terpenting ialah di wilayah ekonomi terutama produksi dan distribusi.

Kontrol rakyat atas wilayah ekonomi diekspresikan melalui negara. Dimana negara bertanggung jawab atas distribusi kekayaan yang berkeadilan bagi warga negaranya. Negara bukan melulu mengurusi persoalan privasi individu tetapi publik atau kebaikan bersama. Monopoli sumber daya ekonomi dikikis sehingga kesenjangan ekonomi yang lebar dapat diminimalisir. Negara disini berperan sebagai penyeimbang antara kekuatan ekonomi besar (kuat) dengan kekuatan ekonomi lemah.

Dengan dikuasainya sektor ekonomi terutama cabang produksi penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak oleh negara, maka disini negara mencoba memainkan regulasi di wilayah produksi. Agar produksi barang mengarah pada pemenuhan kebutuhan rakyat bukan mengarah pada konsumsi yang berlebih dan akumulasi keuntungan. Sehingga pertumbuhan ekonomi tidaklah semu atau hanya menguntungkan segelintir orang saja, namun mengarah pada pembangunan sektor mikro ekonomi. Dengan adanya kesetaraan dalam distribusi sumber daya ekonomi dan jaminan sosial, maka demokrasi tidak melulu dimaknai sebagai kendaraan untuk mewakili agregasi kepentingan individual melainkan sebagai jalan untuk menciptakan tatanan kehidupan yang berkeadilan dan beradab.Demokrasi tidak lagi hanya menguntungkan aktor yang memiliki sumber daya yang melimpah, namun mampu mewujudkan kedaulatan rakyat.

Kebijakan pemerintahan Soekarno terkait UU Pokok Agraria 1960 dan UU Bagi Hasil merupakan contoh nyata sebuah sistem yang hendak ia bangun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi (revolusi ekonomi). Mewujudkan kesetaraan dalam distribusi sumber daya ekonomi dan jaminan sosial. Karena bagi Soekarno, kemerdekaan politik bukanlah tujuan dari revolusi Indonesia, melainkan hanya “jembatan emas” atau alat untuk membangun sistem ekonomi yang membebaskan rakyat kita dari penghisapan dan kemiskinan. Bahkan Soekarno telah mengatakan dalam pidato Djarek tahun 1960, bahwa Revolusi Indonesia tanpa Land Reform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan omong besar tanpa isi. Wajar jika Soekarno berkata demikian karena tanah merupakan alat produksi yang penting bagi rakyat. Siapa yang menguasai tanah maka ia menguasai sarana kehidupan. Dan siapa ia menguasai sarana kehidupan maka ia menguasai manusia! Bukan saja karena kehidupan mayoritas masyarakat ditunjang oleh tanah, akan tetapi dengan tanah itu pula kesadaran mereka terwujudkan. Singkatnya, seluruh bangunan pandangan hidup yang memberi arah bagi kehidupan bertolak dari dialektika kesadaran manusiawinya dengan tanah, dari dialektika antara kerja manusia dengan alam.

 

*) Penulis adalah mahasiswa semester VIII jurusan Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, dan juga aktivis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Yogyakarta.