lpmarena.com, Tanggal 21 September adalah Hari Perdamaian Internasioanl yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dalam rangka memperingati Hari Perdamaian tersebut, Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Cinta Damai (APMCD) mengadakan aksi solidaritas di Nol Kilometer Yogyakarta, Minggu (22/9).
Sekitar pukul 12.30 WIB, para pemuda yang terdiri dari mahasiswa UIN Suka, UGM, UII, UKDW, serta komunitas lintas agama juga etnis bersatu menyuarakan perdamaian. Suara damai dilakukan dalam bentuk spanduk, orasi, puisi, selebaran, juga tanda tangan perdamaian.
Akhir-akhir ini masyarakat dijejali isu-isu kekerasan, informasi yang sifatnya destruktif, merusak yang kemudian bentuk kegelisahan akan isu ini dimanifestasikan dalam bentuk kegiatan dan aliansi damai. Hal tersebut diungkapkan Betriq Kindy Arrazy, koordianator umum aksi APMCD. “Aliansi ini bertujuan untuk memproklamasikan perdamaian pada khalayak. Saya rasa tidak semua masyarakat tahu hari perdamaian tanggal berapa? Perdamaian adalah visi-misi dunia. Jadi semua harus memiliki kesadaran yang sama mencetuskan perdamian ini,” ujar dia.
Ngarjito, koordinator lapangan (korlap) bertutur, aksi ini tidak hanya dilakukan di Jogja, tetapi juga kota lainnya. “Acara ini untuk memperingati hari damai secara internasional. Aliansi tidak hanya di Jogja, ada lima kota lain salah satunya di Jogja,” katanya.
Redefinisi Yogyakarta Berhati Nyaman
Jogja sendiri memiliki slogan Yogyakarta Berhati Nyaman, tetapi hal ini dibenturkan dengan maraknya kasus-kasus sosial yang berbasis suku, agama, bangsa dan lainnya. Slogan masyarakat ini lalu dipertanyakan ulang. “Saat ini masyarakat Jogja makin banyak persoalan, dengan sloganYogyakarta berhati nyaman. Saya rasa hal itu perlu diredefinisikan ulang. Tepat nggak sih slogan-slogan seperti itu?” tanya Betriq.
Seperti teman-teman dari Papua yang hidup di Yogyakarta sendiri, mereka masih kesulitan dalam mencari tempat tinggal. Tak hanya itu, diskriminasi identitas seperti menyebut mereka hitamlah dan lain-lain juga terjadi. “Itu seharunya tidak terjadi di kota multikulturalisme ini,” kata Betriq. Ia juga menyinggung tentang sentimen agama yang menjadi titik konsen APMCD yang sebagian besar terdiri dari komunitas lintas iman.
“Harusnya masyarakat juga bisa memberikan gambaran Yogyakarta masih layak nggak? Kalau mereka berani (memberi gambaran) seperti itu, saya rasa itu adalah bentuk representasi masyarakat kritis. Masyarakat yang tidak terhegemoni oleh slogan-slogan,” ungkap Betriq pada ARENA.
Setali tiga uang dengan Betriq, Ngarjito berpendapat jika perdamaian di Jogja semakin krisis dan pudar. Ia mencontohkan dari kasus Florence. Bagaimana Florence menghujat masyarakat Jogja dan bagaimana orang Jogja sendiri menghadapi Florence. “Contohnya kasus Florence. Itu membuktikan bahwa perdamaian mulai pupus. Perdamaian dimulai dari diri sendiri. Mulailah berdamai dari diri kita,” ucap mahasiswa yang juga duduk di jurusan Perbandingan Agama UIN Suka ini.
Menanggapi persoalan-persoalan Jogja tersebut, Betriq memberikan dua penawaran. Pertama, pemangkasan segala macam bentuk prasangka. Prasangka yang ada dalam benak masyarakat adalah bentuk kejahatan pemikiran. Jika dalam berpikir saja sudah mulai jahat, apalagi dalam melakukan tindakan. Jika prasangka hilang, itu akan menggerakkan seseorang untuk tidak melakukan tindakan destruktif dan intoleransi.Kedua, masyarakat perlu bersikap terbuka dan jujur sehingga terjadi arus informasi dan komunikasi yang bisa diterima secara objektif oleh pihak-pihak yang berbeda. Perbedaan adalah inti dari titik temu. Ketika perbedaan tidak dikelola,dimanajemen, dibiarkan maka intoleransi akan semakin subur.
Aksi damai yang bertema Menghilangkan Prasangka, Mewujudkan Perdamaian ini juga menyatakan sikap yang diwujudkan dalam ikrar damai. Draft dari ikrar ini dibuat oleh Betriq lalu dievaluasi, dikoreksi, dan dimodifikasi oleh tim pengonsep ikrar yang diwakili oleh masing-masing komunitas yang tergabung dalam APMCD.
Isi peryataan sikap Aliansi Pemuda Cinta Damai (Ikrar Damai):
- Perbedaan adalah sebuah anugerah dari Tuhan yang harus dirayakan dan dihormati.
- Perdamaian dimulai dari diri sendiri.
- Menghilangkan prasangka adalah awal dari mewujudkan perdamaian.
- Perdamaian adalah kondisi yang bebas dari situasi kekerasan dan diskriminasi.
(Isma Swastiningrum)
Editor : Ulfatul Fikriyah