Home - Olenka dan Sukab: Sebuah Kolase Refleksi Barat dan Timur

Olenka dan Sukab: Sebuah Kolase Refleksi Barat dan Timur

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Namanya, Sukab. Lahir di Boston, … … … Tadinya, kukira seorang pembual. Nyatanya, bajingan.

Ia telah mencuri Olenka. Mendandaninya; menjadi penari telanjang. Mungkin ia pula yang membunuhnya setelah suatu malam ia jatuh cinta.

Ikun SK tengah membacakan cerpennya Olenka dan Sukab di diskusi sastra PKKH UGM (29/10).

Ikun SK tengah membacakan cerpennya Olenka dan Sukab di diskusi sastra PKKH UGM (29/10).

Lpmarena.com, Ini adalah kutipan pembukaan cerpen berjudul Olenka dan Sukab karya Ikun Sri Kuncoro. Cerpen ini merupakan hasil kolase dari cerpen-cerpen karya tiga sastrawan, yakni Budi Darma, Umar Kayam, dan Seno Gumira Ajidarma (SGA). Yang diolah oleh Ikun menjadi satu karya utuh miliknya.

Diskusi sastra membedah cerpen Olenka dan Sukab ini digelar di hall Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM, Rabu malam (29/10). Datang sebagai pembedah, Gunawan Maryanto (sastrawan) dan Arif Kurniar Rakhman (Mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB UGM).

Wacana yang diusung cerpen ini adalah tentang poskolonialisme. Secara implisit berkisah tentang cerminan orang barat dan timur yang saling berinteraksi dalam laku tokoh Olenka (representasi orang Barat) dan Sukab (representasi orang timur).

Struktur orang barat dan timur berbeda. Menurut Arif, ada cerminan yang menarik tentang orang timur yang bisa mencuri orang barat. “Ikun memposisikan di cerpen ini orang timur sangat inferior. Contohnya, ada kalimat tak ada orang timur yang lukisannya pantas dipalsu. Di konteks lain, ketika Sukab menumpahi si Jane, dia luar biasa. Ini upaya membalik timur sama superiornya dengan barat,” tutur Arif.

Gunawan Maryanto berpendapat dari awal cerpen ini merupakan pembacaan ulang akan cerpen. “Saya terkenang Olenkanya Budi Darma. Sukab, saya teringat Seno. Ada kerajinan dari penulis menggabungkan ini. Lalu apa yang yang ingin dihadirkan dari tokoh itu? Ikun membangun dunia apa?” tanya Gunawan. Ia mencontohkan dalam kisah seperti Ramayana, Mahabarata, Mahadewa juga semacam kolase tentang epos cinta yang besar.

Gunawan dengan kegelisahannya mengatakan, Ikun menyindir penulis sekarang yang kehilangan kepadatannya. Cerpen sekarang tak sepadat kisah Olenka dalam Budi Darma, atau alur lain dalam karya Umar Kayam dan SGA. “Setelah Olenka apalagi yang sekuat itu? Sekarang permainan kita luar biasa, kata-kata cantik, tetapi ketika ditanya ini tentang apa? Kenapa ditulis? Itu tidak terjawab. Ada yang hilang,” ujar Gunawan.

Pengarang adalah agen dari realitas. Ia menyasar pada sesuatu dan mengunkgapkannya dengan berbagai macam cara. “Saya tidak lebih tahu dari pembaca. Jika cerpen berkembang ke berbagai arah, itu nasib dari cerpen itu. Apa maunya penulis disini ada dua garis tegas. Pertama, sebagai penulis ia punya keinginan. Kedua, sebagai teks ia juga punya keinginan sendiri yang ditentukan oleh pembaca,” kata Ikun saat penutupan diskusi. (Isma Swastiningrum)