Lpmarena.com, Launching majalah bertajuk Wong Cilik di Pusaran Konflik, diadakan LPM Arena UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (13/11). Acara yang berlokasi di Teatrikal Perpus UIN Sunan Kalijaga itu, diwarnai diskusi santer mengenai siapa sebenarnya yang dikatakan sebagai ‘wong cilik’ dalam suatu negara. Negara yang dikatakan Syukron Jazuli, selaku pembedah majalah merupakan suatu keharusan bagi kelangsungan hidup manusia. Pada kenyataannya hanyalah sebuah organisasi yang tujuan utamanya bukanlah untuk mensejahterakan.
Robby Kurniawan, Pemimpin Redaksi (Pimred) Majalah ARENA 2013 mengamini hal tersebut. Robby mengatakan, “Yang kita temukan adalah bukan represifitas yang dilakukan negara, tapi hal-hal simbolik yang digunakan negara untuk melakukan pembenaran-pembenaran atas tindakannya.” Lebih lanjut Robby menjelaskan bahwa seringkali negara melakukan pembenaran atas tindakan yang direpresentasikan melalui kebijakan pada masyarakat.
Seperti yang tertulis pada laporan utama Majalah ARENA berjudul Sengketa Hidup di Dalam Gerbong. Termuat beberapa kasus mengenai sengketa antara pedagang asongan dan para petugas kereta api, di mana dalam hal ini pembuat kebijakan tidak mau disalahkan. Mereka menyatakan pembenaran bahwa tindakannya didasari pada ucapan-ucapan simbolik masyarakat yang menyatakan lebih nyaman naik kereta tanpa dipadati asongan.
Bidikan yang diarahkan oleh tim redaksi majalah ARENA sendiri memang tidak mengangkat isu-isu baru. Namun menurut Robby ada hal menarik di balik isu biasa tersebut. “Menariknya adalah isu tersebut diangkat dari hasil pembacaan ulang para reporter atas berita yang sudah biasa, dikemas dengan lebih mendalam.”
Selaras dengan pernyataan pimred Majalah ARENA, Addi Mawahibbun Idhom yang hadir sebagai pembedah majalah dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan hal serupa. Kesan baik terhadap hadirnya majalah bertajuk Wong Cilik di Pusaran Konflik dilontarkan Addi. “Majalah ini sudah detail. Konsistensi isu menunjukkan tradisi Arena yang tidak berubah, dan sesuai dengan Fungsi Pers.” Meski ia juga sempat mengungkapkan hanya ada sedikit pergeseran fokus dari majalah arena tahun 80 dan 90-an, karena majalah ARENA 2014 ini tidak mengambil fokus yang langsung menghantam negara.
Majalah ARENA itu sendiri dikatakan Rifa’i Asyhari, yang bertindak sebagai Moderator adalah menganut Althuserian. Di mana konten di dalamnya memuat banyak konflik antara masyarakat sipil dan aparat. Disebutkan pula dalam majalah tersebut bahwa negara mengalami perang kepentingan, dan yang selalu menjadi korban adalah masyarakat sipil (red-wong cilik).
Tanggapan positif terhadap terbitnya Majalah ke-40 ini juga dikeluarkan Syukron Jazuli. Ia menyatakan, “Majalah ini termasuk dalam jurnal investigatif dan menghadirkan hal-hal yang lumayan dalam pers.” Syukron juga menaruh harapan bagi para mahasiswa yang tergolong dalam lembaga pers. Untuk mengangkat jurnalisme Investigatif dan bukan jurnalisme prasangka, yang kerjanya pukul duluan resiko belakangan.
Majalah yang dilaunching secara resmi oleh Rohmat, selaku Kepala Bagian Bidang Kemahasiswaan UIN Sunan Kalijaga memuat 4 laporan utama dan 2 laporan khusus. Laporan utama memuat kasus yaitu pedagang asongan yang diusir di kereta, kasus anak korban salah tangkap, kasus PSK yang diusir dari tempatnya dan kasus keadilan pendirian rumah ibadah. (Mutiara Nur Said)
Editor : Ulfatul Fikriyah