Home - Rizal Damanik: Tantangan Indonesia Menghadapi MEA

Rizal Damanik: Tantangan Indonesia Menghadapi MEA

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com,  “Negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) nantinnya akan mengarah kepada konsep liberalisasi. Bentuk kerjasama yang akan terjadi bukan lagi saling mengisi atau saling memperkuat tetapi saling memperebutkan”. Hal itu disampaikan Muhammad Rizal Damanik, Ketua Perhimpunan Nelayan Indonesia dalam seminar development for welfare movement di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (21/11).

Lebih lanjut Rizal mengungkapkan contoh nyata dari MEA. “Contoh kongkritnya adalah kalau kita punya beras kita jual ke Eropa mungkin orang Eropa hanya akan mengambil sedikit beras dari negara Indonesia. Karena pola konsumsi mereka sangat beda, yakni gandum sebagai konsumsi utama mereka. Maka sudah bisa dipastikan cadangan beras kita aman.”

Namun ketika membahas negara Asean yang berkecenderungan flat (relative sama) baik dalam bentuk pola keseharian, pola tanam, pola tangkapan dan pola produksinya ini, menjadikan situasi yang sangat menghawatirkan. Untuk bangsa-bangsa berkembang yang tergabung di MEA, khususnya Indonesia. Hal ini lantaran teknologi menjadi kunci utama. “Siapa yang menguasai teknologi dia lah yang akan menguasai pasar,” tegas Rizal.

Menurut data indeks daya saing bangsa-bangsa dari 12 parameter yang dihitung. Untuk Indonesia ada tiga indeks yang mengalami penurunan di tahun 2011- 2013. Pertama, infrastruktur. Kedua, kesehatan dan pendidikan. Ketiga adalah tenaga kerja. ”Meskipun dari indeks-indeks yang ada Indonesia banyak mengalami peningkatan, namun ada tiga indeks yang melemah yakni infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan tenaga kerja setahun sebelum memasuki MEA dilaksanakan,” tandasnya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menghadapi MEA di taahun depan. Pertama dengan menekan biaya produksi. “Produk pangan yang diproduksi di Indonesia sampai saat ini masih mahal dibandingkan prodak pangan yang dijual bangsa lain. Padahal dalam konsepsi pasar di mana barang itu lebih murah maka dia lah yang akan lebih mudah melakukan ekspansi. Oleh karena itu biaya produksi atau harga produksi harus ditekan seoptimal mungkin.”

Kedua, merubah corak pendidikan. Pendidikan di Indonesia masih cukup rendah ketika dihadapkan dengan bangsa lain. Maka dari itu, perubahan corak pendidikan harus segera diformulasikan guna mendorong skill label yang unggul.

Ketiga, dengan pembangunan konektifitas,” Tol laut perlu segera direalisasikan sehingga interaksi hulu-hilir berjalan optimal dan keempat, perbaikan diplomasi pemeritah. Pemasaran produk pangan kita agak aneh. Contoh kasus ketika produk (ikan) tuna Indonesia terkena tarif tinggi ketika dipasarkan di Eropa. Berbeda halnya ketika Taiwan yang menjualkan tuna tersebut ke-Eropa. Sama-sama tuna Indonesia tetapi tarif selalu tidak sama,” tutur Rizal mengungkapkan kegelisahannya. (Dedik Dwi Prihatmoko)

 

Editor : Ulfatul Fikriyah