“Umat Islam kembali merumuskan taktik politiknya dalam rangka menghadapi liberalisme global yang kian hari menghilangkan eksistensi Islam secara politik, kemandirian ekonomi, serta kepribadian dalam bersosial budaya.“
Lpmarena.com, Umat Islam Indonesia mengadakan kongres ke VI bertajuk “Penguatan Peran Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya Umat Islam untuk Indonesia yang Berkeadilan dan Berperadaban”. Di bawah payung langsung Majelis Ulama Indonesia (MUI) acara ini berlangsung di Hotel Inna Garuda Yogyakarta dari tanggal 8-11 Februari.
Adapun pembukaan kongres yang dilaksanakan Senin (9/2) dimulai pukul 11.30-12.00 WIB diadakan di Keraton Yogyakrata dihadiri oleh Din Syamsuddin selaku ketua umum MUI pusat, serta sambutan dari Gubenur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X.
KH. Slamet Effendi Yusuf selaku SC (steering comitee) menjelaskan pada sidang pleno I terkait latar belakang diadakannya Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI. Menurut ia diadakannya KUII ada tiga sebab. Pertama, merupakan warisan tradisi yang diadakan lima tahun sekali. Kedua, sebagai sarana komunikasi antara umat Islam Indonesia. Ketiga, Islam banyak menghadapi masalah.
Adapun masalah yang sangat krusial yang dihadapi umat Islam Indonesia yang paling urgen ada tiga masalah. Diantaranya dalam bidang politik, sosial-ekonomi, dan kebudayaan beragama. Dari tiga persoalan tersebut bagaimana umat Islam diharapkan untuk bermusyawarah dalam memberikan sikap politiknya agar selalu mengawal kebijakan NKRI.
Adapun di bidang sosial-ekonomi juga demikian, Islam harus selalu siap dan kuat menghadapi imperealisme pasar bebas. Negara tidak ada keperpihakan pada asing dan investor-investor yang telah banyak mengeruk kekayaan alam kita. “Negara tidak memonopoli perekonomian, melainkan ekonomi harus benar-benar berbasis kerakyatan,” ungkap Slamet.
Berangkat dari sejarah bangsa Indonesia, Slamet Effendi memperdalam penjelasannya jika Islam Indonesia punya peran penting dalam membangun peran serta kebudayaan bangsa Indonesia di masa lalu. Dengan banyaknya “lanskap-laskap yang dibangun” maka sudah saatnya umat Islam harus bersatu dan menduduki secara politik dalam parlemen pemerintahan. Sebagaimana disampaikan di akhir penjelasanya.
Din Syamsuddin juga menambahkan terkait orientasi KUII itu sendiri, sekaligus tawaran pada program kerja untuk dijadikan tindakan politik yang menurutnya ideal. Adapun orientasi dari KUII yang paling penting adalah sebagai ruang evaluasi kritis atas ancaman dari luar maupun dari dalam yang akan menghancurkan nilai kekeluargaan.
Adapun tiga tawaran yang ditawarkan dalam bidang politik adalah pengkonsolidasian penguasaan sumber daya politik, mengkonsolidasi politik kekuasaan, serta menggerakkan politik nilai. Adapun dalam bidang ekomomi dengan mengembangkan etos kewirausahaan, menguatkan jaringan kerjasama, serta menguatkan sektor riil dan lembaga keuangan. Sedangkan yang terakhir dalam sektor kebudayaan. Ada empat tawaran kongkret, yakni menyiapkan SDM unggul, mengintensifikasi pendidikan nilai, knowledge base orientation, dan yang terakhir mengembangkan pendidikan masyarakat dan keluarga.
Dengan harapan yang besar, “Islam Indonesia akan menjadi agama peradaban dunia,” ungkap Din tegas.
Pada pleno II membahas lebih spesifik terkait “penguatan peran politik umat Islam Indonesia” yang datang sebagai narasumber Bachtiar Effendi selaku guru besar politik UIN Jakarta, presiden PKS, dan ketua PBNU, KH. Masdar Mas’udi.
Presiden PKS mengajak kepada seluruh umat Islam dalam memahami konsep yang telah diajarkan dalam Islam harus melalui beberapa tahap, diantaranya menurunkan teks pada realitas, cara penaklukan, serta pandangan positif pada realitas. “Ini yang disebut dengan jihad politik,” pesannya. Dan ditambahkan oleh KH. Masdar Mas’udi, dengan adanya KUII harapnya Islam datang sebagi iman baru bagi masyarakat muslim seluruh dunia.
Islam selamanya harus bersatu lebih teguh lagi, Islam datang datang ke Indonesia bukan untuk pelengkap semata dari perpolitikan nasional, melainkan Islam datang sebagai eksistensi politik yang bersih dan baik. “Jangan hanya ada kepentingan politik kongres umat Islam baru ada KUII,” sentil Effendi.
Sedangkan pleno III mendiskusikan terkait “ Penguatan Peran Ekonomi Umat Islam.” Dalam makalah yang sebagaimana ditulis oleh Djauhari Samsuddin, ia menjabarkan bahwasanya perekonomian harus kembali merujuk pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 33, yang hal itu demi hajat rakyat Indonesia yang berdaulat. “Kembalikan koperasi menjadi soko guru perekonomian Indonesia sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang Dasar 1945,” sebagaimana diungkapkan dalam makalah yang Djauhari tulis.
Koperasi berskala nasional dari tingkat desa sampai pada regional harus lebih ditingkatkan agar supaya perekonomian tidak selalu diambil alih oleh perkembangan kapitalisme dan liberalisme yang telah terlanjur diberikan kesempatan hidup di Indonesia. Koperasi sebagai penyeimbang perekonomian masyarakat bawah.
Dalam sektor kebudayaan hal ini juga menjadi prioritas yang akan dijadikan pembahasan dalam kongres. Terkait pembahasan tersebut diplenokan pada pleno IV dengan tema sentralnya adalah “Penguatan Peran Sosial Budaya Umat Islam”. Dengan alasan sejarah bahwasanya nusantara berkembang diwarnai oleh peradaban Islam. Hal itu harus dilestarikan dan terus dijaga. Jika hal itu mulai tergeser dan hilang, maka itu juga akan berdampak pada melemahnya sistem politik, kerukununan, dan persatuan.
Dari sebab itu, Effendi memberikan penjelasan ulang pada peserta kongres yang datang bahwasanya agenda KUII merupakan agenda memperkokoh peran politik, ekonomi, dan sosial-budaya umat Islam untuk Indonesia yang lebih berkeadilan dan berperadaban. (M. Faksi Fahlevi)
Editor: Isma Swastiningrum