Tumbuh suburnya praktek plagiarisme di UIN-Sunan Kalijaga tidak ada penangan yang jelas dari kampus, karena kampus tidak mengalokasikan anggaran dana untuk membangun lembaga resmi.
Oleh M Faksi Fahlevi
Tulisan esai ini hanya sebatas laporan yang lambat dilaporkan. Dimana hal ini hasil dari reportase selingan saya sebagi wartawan ARENA yang mungkin bisa dijadikan bahan renungan bersama. Sebagai orang terdidik yang selalu menghargai karya orang lain. Kenapa ini penting saya laporkan, karena ini menyangkut eksistensi dari pada setiap pribadi seorang yang bermanefes pada tulisannya. Sebagaimana dikatakan oleh Ali Thoha “Menulis Maka Aku Ada.”
Ini sebuah tragedi tragis dari dunia akademik kita yang sedang ditimpang oleh bejatnya sistem yang hanya mengejar akreditasi yang melegalkan segala cara agar supaya terdapat nilai “A” bagi setiap mahasiswanya. Contoh kongkritnya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) yang sering mengadakan remedi ketika mahasiswanya tidak mencapai target minimum. Dan banyak fakultas lainnya yang saya kira melakukan tindakan popularitas bukan kreatif akademik yang menunjang daya pikir populis kritis mahasiswanya.
Sebagimana diungkapkan oleh Imroatus Sa’adah, wartawan senior saya di LPM ARENA yang juga kebetulan korban dari sistem remedi yang diterapkan di FEBI, bahwasanya FEBI tidak ada bedanya dengan zaman waktu SMA yang sering mengadakan remedi demi target nilai yang tujuannya adalah Akriditasi. “Singpenting ikut remedi pasti sudah lulus,” ungkapnya.
Apa yang saya ungkapkan diatas merupakan gambaran sekilas dari sistem yang pada akhirnya berefek pada praktek plagiasi. Karena pola yang diajarkan pada kita hari ini adalah gaya hidup instan yang hanya larut pada model pasar global, yang mahasiswanya hanya dijadikan komooditas dalam kepentingan bisnis.
Kembali pada Plagiat,lupakan dulu remedi. Plagiat itu sendiri merupakan perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagain atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah orang lain, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai (Permendiknas No 17 tahun 2010, Pasal 1 Ayat 1).
Plagiarisme merupakan pencurian akademik yang seharusnya diberantas, dan seharusnya tindakan seperti itu sudah diatasi khususnya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, karena hal itu akan menurunkan kredibilitas kampus. Sebagaimana di pemberitaan SLiLiT edisi September 2014 terkait plagiarisme.
Hari-hari ini banyak sekali praktek plagiat di tataran kampus UINSunan Kalijaga yang dibiarkan saja oleh pihak Universitas. Diantarannya tingkatan mahasiswa, master, doktor maupun Profesor,bahkan kasus plagiarisme UIN-Sunan Kalijaga ada yang sampai pada tataran media massa, akan tetapi tidak ada penanganan yang jelas dari pihak rektorat. Dari latar belakang tersebut membuat Arif Maftuhin dosen Fakultas Dakwa dengan bapakNur Ikwan membentuk tim anti plagiat. Yang bertujuan menatap masa depan UINSunan Kalijaga lebih baik.
Tim plagiat ini bekerja atas dasar kekecewaan yang sangat mendalam, yang mana banyak sekali di internal kampus UIN Sunana Kalijaga sebagai lembaga akademik membiarkan begitu saja tindakan yang sangat jahat tersebut. “Saya kecewa sekali.” bermula dari kekecewaan tersebut Arif Maftuhin membentuk tim anti plagiat. Adapun programnya melakukakn kontrol yang berupa sosialisasi, membuatdraf tim serta dandraf buku anti plagiat.
Dalam obrolan singkat kami dengan Pak Arif, ia menegaskan jika di antara anggota yang berjumla 6 orang itu mempunyai data-data yang falid terkait praktek plagiat yang dilakukan oleh beberapa profesor, tapi ia tidak mengungkapkan nama-nama tersebut. “Saya dan kawan-kawan punyak tinta hitam para profesor dan bisa dipertanggung jawabkan,” tegasnyasaat ARENA temui di Gedug Rektorat lama.
Walaupun tim plagiat ini tidak resmi.“Secara resmi tim ini dibilang gak resmi, karena kami tidak perna menerima surat keputusan (SK) sebelumnya, selama 2 tahun kami kerja gratisan,” dengan rasa kecewa ia menuturkannya.
Pada hari Senin (15/14) Wakil Rektor II bidang akademik, Sekar Ayu mengungkapkan jika sejauh ini masih belum ada tim khusus atau lembaga yang resmi dari pihak kampus untuk menanggulangi persolan plagiat itu sendiri. Jika ada pengaduan terkait plagiarisme yang dilakukan oleh profesor, dosen maupun mahasiswa, baru dibentuk yang namanya tim investigasi. “Rektorat sering mencopot gelar profesor maupun gelar yang dilakukan oleh mahasiswa,” ungkapnya.
Ada banyak faktor yang menjadi kendala, kenapa rektorat tidak mendirikan lembaga resmi terkait plagiarisme, Sekar mengungkapkan jika pihak rektorat tidak mengalokasikan dana anggaran untuk lembaga tersebut. Dianggapnya lembaga plagiat tidak penting untuk diadakan karena sifatnya momentuman semata.
“Jika dibentuk tim yang permanen, maka harus digaji setiap bulannya, padahal kerjanya tidak nentu, jika ada pengaduan kasus plagiat baru bekerja,” tutur Sekar pada ARENA.
Pengesahan hukum terkait plagiarisme di kalangan UIN Sunan Kalijaga harus dilakukan oleh pihak Kampus, cepat atau lambat, dan bagaimanapun caranya, sebagaimana diungkapkan T.Rahmanyani. Karena bagi ia kampus yang baik adalah menjaga kelastarian dari kotoran plagiarisme. “Sebagai anak Pers Mahasiswa tulisan pribadi adalah harta yang tidak ternilai harganya,” ungkapreporter LPM Al-fath (TH) tersbut.
Padahal Undang-undang 19 tahun 2002 tentang hak cipta, sebagaimana undang-undang yang mengatur tersebut plagiat merupakan tindakan pidana. Secara tegas pasal 72 ayat (1) berbunyi.Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
Ia membantah jika pihak rektorat tidak memberikan alokasi dana dalam pembentukan lembaga hukum plagiarisme. Baginya secara tidak langsung UINSunan Kalijaga membiarkan plagiarisme dalam kampus terus mengakar dan menjamur. Hingga tidak bisa dikatakan kampus yang ekslusif.
Korbanpun berjatuhan. Salah satunya Ibu Inaya, Dosen Fakultas Ushuluddin yang mana tulisanya diplagiat oleh dosen Tarbiyah (B) hanya demi kepentingan pangkat golongan Dosen. “Memang pangkat selelu menghalakan segalah cara, salah satunya adalah mencuri tulisan orang,” ungkap Robby H. Abror pada ARENA diruang munaghasah di Fakultas Ushuluddin.
“Yang lebih parahnya lagi ibu Inaya ditekan oleh pihak rektorat untuk memafkan kesalahan yang dilakukan dosen tarbiyah tersebut,” ungkapnya.
Adapun ibu inayah sendiri enggan komentar dan tidak mau ditemuhi oleh ARENA dengan alasan, sibuk dengan deadline kampus. Adapun pesan singkat yang dikirimkan kepada ARENA (10/14) berbunyi, “tidak mau ditemui bukan berarti tidak cinta UIN-Suka.” Ia berkomitmen kesibukannya merupakan kecintaanya pada UIN. Tapi ketika ada pembelaan yang benar mereka akan dijadikan musuh bersama, demi satu tujuan yakni popularitas akademik.
Dengan tulisan singkat ini saya mengharapkan ketegasan pada pihak birokrasi dengan menyatakan jika kampus memang anti dari praktek plagiasi. Dengan secepat mungkin membentuk tim khusus demi menciptakan anak bangsa yang berwawasan tinggi dan berakhlak pengerti. Saya memaparkan ini semua agar supaya UIN-Suka perpopularitas yang bersih.
Tentang Penulis: dilahirkan di pulau Garam Madura Sumenep, tepatnya di pulau Nirwana Indah, dimana tempat bersemanyamnya para dewa. Sekaligus cucu ideologis dari Saiyyid Yusuf Talango.