Lpmarena.com, Pemutaran film Senyap dan diskusi publik oleh LPM Rhetor membuat suasana pagi hari, rabu (11/3), di UIN Sunan Klijaga menjadi berbeda. semenjak pukul 07.30 Minhaji, rektor UIN sunan kalijaga, beserta stafnya menyambangi gedung Student Center (SC) untuk menegosiasikan legalitas acara pemutaran film dengan panitia. Negosiasi alot terjadi saat Ahmad Haedar, ketua lpm Rhetor, menolak larangan Minhaji untuk membatalkan pemutaran film dengan alasan belum adanya izin kepada birokrasi kampus. “Kalo diskusi saja harus administratif kapan diskusinya,” tegas Haedar menolak.
Selain itu, Haedar juga menganggap bahwa pelarangan tersebut adalah pemberangusan kebebasan mahasiswa di wilayah kampus. Ia juga mengutarakan bahwa agenda ini merupakan kesepakatan dari front gabungan yang terdiri dari PMII, HMI, GMNI, PPMI, IMM, FMN,Pemuda Pembebasan dan LPM Arena.
Sementara di sisi lain puluhan mahasiswa berjaga di sepanjang jalan menuju ke SC, khawatir terjadi pembubaran paksa oleh oknum tertentu seperti halnya di setiap pemutaran senyap sebelumnya. Ditambah dengan adanya bocoran informasi melalui bbm yang berisikan rencana pembubaran dari salah satu ormas.
“Diserukan kepada seluruh laskar dan ormas Islam untuk bersama-sama bergerak membubarkab pemutaran film komunis Senyap di kampus UIN pada hari Rabu 11 Maret 2015 jam 08.00”
Benar saja, tepat pukul 9.05 puluhan massa bersorban datang menggunakan sepeda motor memasuki kampus barat UIN. Mereka mengatasnamakan diri berasal dari ormas Mujahidin dan FUI. Selang beberapa menit kedatangan, Ketua Ormas, Abdullah, menyatakan pada wartawan bahwa pemutaran film ini akan dibubarkan secara paksa jika masih dilanjutkan. Alasannya bahwa Mujahidin ingin menyelamatkan mahasiswa dari pengaruh komunisme.
Mahasiswa yang berjaga sejak pagi bersiap-siap menghadang. Salah satu mahasiswa, Dendy Cipto, dari satgas gabungan menyatakan, mahasiswa siap menghadapi serangan dari pihak luar dan akan tetap memutar Senyap sebagai bentuk perlawanan atas hak berekspresi sebagai civitas akademik. Penutupan gerbang kampus timur pun dilakukan sebagai salah satu bentuk perlawanan.
Banyaknya mahasiswa yang hadir membuat keadan semakin menegang. Dua mobil polisi berjaga di depan gerbang untuk mengantisipasi terjadinya serangan dari ormas. Keadaan semakin panas ketika ormas telah bersiap di kampus barat untuk menyerang tempat pemutaran film. Namun, selang satu jam, penyerangan urung terjadi. Pukul 10.00 massa bersorban itu mengarah ke selatan, keluar dari kampus.
Hal itupun tidak diindahkan oleh panitia dan mahasiswa. Minhaji turun untuk kedua kalinya sebelum film diputar, dia menyatakan bahwa “Film ini telah dilarang oleh KPI,” ucap Minhaji sebelum meninggalkan SC setelah bertemu dengan panitia acara. Selain itu juga Minhaji menyatakan bahwa pemutaran ini di luar wewenang kampus. Meski demikian, pernyataan tersebut tidak membuat mahasiswa goyah. Akhirnya film Senyap diputar di Hall SC pukul 10.30 dengan animo penonton yang antusias. Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta memadati gedung SC.
Setelah acara menonton film dilaksanakan acara dilanjutkan dengan diskusi yang diisi oleh Roy Murtadho dari Angota Pokja 65 Jatim.
Menanggapi film senyap yang menceritakan tentang keadaan pembantaian 65 dari perspektif korban dan pelaku pembantaian ini, Roy menyatakan bahwa ketakutan masyarakat pada komunisme hanyalah akibat dari propaganda rezim orde baru yang terus terulang. “Repitisi atas ketidak benaran yang terus berulang seringkali menjadi hal tersebut menjadi kebenaran baru,” tutur Roy Murtadho. (Doel Rohim)
Editor : Ulfatul Fikriyah