Home KUPAS Kungfu dan Revolusi

Kungfu dan Revolusi

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

kungfu

Sutradara           : Roy Chow

Produser            : Ivy Ho, Sammo Hung, William Kong

Penulis Naskah: To Chi-long

Pemain               : Sammo Hung, Peng Yuyan, Wang Luodan, Jing Boran, Wong Cho-lam,

Zhang Jin, Tony Leung Ka-fai, Angelababy, Byron Mann, Junjie Qinvv

Peresensi           : Lugas Subarkah

 

Rise of The Legend mengangkat kembali legenda kungfu revolusioner China: Wong Fei Hung. Berbeda dengan film-film Wong Fei Hung sebelumnya, kali ini master kungfu itu dikisahkan ketika muda. Turut dikisahkan pula peristiwa yang mendasarinya untuk selalu melawan segala tindak ketidakadilan.

Film ini berlatar di China, pertengahan abad 19. Tahun-tahun itu merupakan masa paling kelam dalam sejarah China. Pmberontakan, perang, bencana alam, dan krisis ekonomi, telah mendorong keruntuhan Dinasti Qing. Dermaga Huangpu, Kota Guangzhou, yang menjadi pusat perdagangan China, dikuasai oleh dua Geng: Macan Hitam dan Laut Utara. Kedua geng ini bersaing menjalankan bisnis pelayaran, opium, perjudian, dan prostitusi.

Masa itu juga merupakan masa paling kelam bagi para buruh. Mereka harus membayar untuk mendapat pekerjaan. mereka yang tak mampu bayar hanya bisa melihat. Kesenjagan ekonomi digambarkan lewat barisan buruh yang sangat kurus dan pedagang asing berjas dan bertopi rapi. Buruh harus bekerja sangat keras sebagai kuli angkut di pelabuhan. Sementara yang tidak bekerja terlantar di pinggir jalan seperti sampah yang mungkin hanya menunggu waktu untuk mati. Banyak pula buruh yang mati terapung di sungai disebabkan konflik dua geng tadi.

Wong Fei Hung, yang selanjutnya akan disebut Shao Fei, bercita-cita menghancurkan segala bentuk penindasan di Huangpu. Shao Fei bersama teman-temannya kemudian membuat sebuah rencana makar. Teman-temannya bertugas mengorganisir masa di luar geng untuk melakukan aksi-aksi perlawanan, sedangkan Shao Fei bertugas sebagai pemberi informasi dari dalam geng. Tugas Shao Fei mengharuskannya untuk tergabung dalam geng dan menduduki posisi strategis.

Berkat ilmu kungfunya, Shao Fei dengan cepat menduduki posisi Macan Empat dalam geng Macan Hitam. Lei Gong, ketua geng Macan Hitam mengangkatnya sebagai anak setelah berhasil membawa kepala ketua geng Laut Utara. Dari situ, informasi mudah ia dapatkan. Shao Fei membagi informasi terkait kunci gudang harta milik geng Macan Hitam kepada temannya di luar, Siao Hu. Siao Hu ini yang kemudian menggerakkan masa untuk menjarah gudang harta itu. Pembakaran kompleks opium berhasil mengalihkan perhatian pengawal dari Macan Hitam. Dengan mudah, geng Yatim Piatu –geng kultural bentukan Shao fei dan Siao Hu- menjarah gudang harta dan membaginya ke orang-orang miskin.

Dari aksi pembakaran dan penjarahan itu, Siao Hu tertangkap. Ia kemudian diinterogasi oleh Lei Gong. Demi menjaga informasi, Siao Hu bunuh diri begitu melihat kesempatan. Sedangkan dari pihak Macan Hitam, Kobra (Macan Dua), dan Gagak (Macan Tiga) terbunuh di tangan geng Yatim Piyatu. Peristiwa itu mulai menimbulkan kecurigaan di tubuh Macan Hitam. Namun, konflik internal yang memang sudah ada sejak dulu, membuat posisi Shao Fei sedikit aman.

Aksi berikutnya adalah membunuh Pembersih (Macan Satu) dan membebaskan 300 buruh yag sedianya akan dijual Macan Hitam ke pedagang asing. Kali ini, teman masa kecil Shao Fei bernama Siao Hwa, yang bekerja sebagai pelacur ikut terlibat dalam operasi. Siao Hwa terbunuh oleh si Pembersih setelah gagal mengelabuinya. Namun si Pembersih berhasil dibunuh oleh pemimpin geng Yatim Piyatu, Nona Ma. Pasca pembunuhan, Shao Fei telah resmi menjadi pengkhianat Macan Hitam. Ia pun keluar, bergabung bersama geng Yatim Piyatu untuk selanjutnya membebaskan 300 buruh yang dikurung oleh Macan Hitam. “Ini sudah saatnya… untuk revolusi,” kata Shao Fei pada Nona Ma dan kedua kawannya yang telah mati.

Berita Klinik Leprosy -tempat pengurungan 300 buruh- disebar. Masa pun berbondong-bondong menyerbu klinik Leprosy. Macan Hitam mulai bertindak represif dalam pengejaran Shao Fei. Sementara itu, Shao Fei, setelah mendapat masa yang cukup banyak, menyerbu Gudang geng Macan Hitam di dermaga. Tak ingin terjadi pertumpahan darah, Shao Fei menantang Lei Gong untuk bertarung satu lawan satu. Dan inilah pertarungan final layaknya dalam sebuah game disebut “raja terakhir”.

Seperti film laga heroik pada umumnya, tokoh utama selalu menang. Begitu pula akhir cerita film ini. Dengan setting gudang yang terbakar, Shao Fei berhasil mengalahkan Lei Gong. Menjelang ajalnya, Lei Gong sempat menanyakan pada Shao Fei sebuah pertanyaan yang cukup fundamental bagi setiap revolusi, “Apakah dengan membunuhku kau pikir kau bisa merubah dunia?” ditambahi pula dengan statement terakhirnya yang lebih mirip sebuah kutukan, ”Sebentar lagi kau akan menjadi seperti diriku.”

Sebagai film kepahlawanan, Rise of The Legend memiliki cerita cukup menarik. Meskipun berpusat pada Shao Fei sebagai tokoh kunci, namun hal ini tak mengurangi signifikansi peran kawannya yang lain dalam setiap aksi pembangkangan. Pembakaran komplek opium, penjarahan gudang harta, pembunuhan tiga petinggi Macan Hitam, dan penyerbuan klinik Leprosy, semuanya dieksekusi oleh geng Yatim Piyatu dan masa yang mendukungnya. Film ini berhasil memadukan antara heroisme kungfu dengan pengorganisasian masa sebagai tindakan moral maupun politis.

Terdapat beberapa hal mengganjal dalam film ini, seperti efek visual dalam beberapa pertarungan yang terlihat kurang rapih, dan beberapa scene yang terlihat aneh dan kurang nyambung. Mungkin karena -kabarnya- sang sutradara baru kali ini membuat film laga klasik. Sebagai hiburan di kala santai sekaligus inspirasi menumpas ketidakadilan, film ini recommended untuk ditonton.[]