Home - Menjaring Aspirasi dalam Pemilihan Pemimpin

Menjaring Aspirasi dalam Pemilihan Pemimpin

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh: Moh. Affan*

“Sudah menjadi bubur” itulah peribasa yang saya gunakan untuk melihat realitas pergantian pimpinan di Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kenapa saya menggunakan peribahasa seperti ini, karena sepengetahuan saya selaku mahasiswa di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam. Setiap pergantian pemimpin di fakultas atau jurusan saya tidak tahu para calonnya. Jikapun saya tahu siapa saja calonnya, saya mendapatkan informasi tersebut dari sebagian dosen yang mau terbuka kepada para mahasiswanya.

Ketika mahasiswa tidak tahu siapa calon yang akan jadi pemimpin dan orientasi visi-misi ke depannya, bagaimana kita bisa memahami jika visi dan misi tersebut baik tanpa terlebih dahulu kita dialogkan dengan masyarakat kampus (mahasiswa)? Jika pemilihan pemimpin dengan model tertutup tersebut sudah menunjukkan bahwa kampus sudah tidak lagi demokratis melainkan eksklusif. Padahal fakultas bukan hanya milik pemimpin saja, akan tetapi milik bersama, milik negara, Tata Usaha (TU), karyawan, dosen, mahasiswa, wali mahasiswa, dan masyarakat secara umum. Maka dari itu penulis mempunyai lima sumbangan pendapat yang perlu kiranya dipertimbangkan bersama-sama :

Pertama, sebelum pergantian pemimpin baik di jajaran fakultas atau jurusan, perlu untuk melaporkan pertanggungjawaban hasil kinerja selama menjabat di fakultas maupun di jurusan kepada seluruh instansi, baik elite kampus maupun civil kampus (mahasiswa). Manfaatnya ialah guna semua elemen yang di fakultas tahu hasil kinerja dan apa saja yang belum terlaksana yang perlu dibenahi kepada pemimpin selanjutnya. Teknisnya ialah dengan cara melakukan rapat atau sidang terbuka akhir jabatannya.

Kedua, ketika yang pertama terlaksana, maka langkah yang kedua ini adalah para calon pemimpin yang akan mengantikan pemimpin sebelumnya, menjaring aspirasi mahasiswa untuk menyusun visi-misinya ketika menjadi pemimpin. Teknisnya ialah para calon pemimpin sebelum mencalonkan diri maka perlu untuk turun dan ketemu langsung dengan mahasiswa atau dengan menyebarkan angket kepada mahasiswa. Ini dilakukan gua mengetahui apa saja keinginan mahasiswa ke depanya dan itupun harus sesuai dengan visi-misi ke-UIN Suka. Dari hasil ini bisa dijadikan pedoman para calon pemimpin untuk menyusun visi-misinya kedepan.

Ketiga, perlunya ada dialog terbuka dengan semua elemen di fakultas (mahasiswa, dosen, TU, karyawan) untuk menyampaikan visi-misinya sebelum pemilihan dilaksanakan. Tempatnya bisa digedung terbuka, baik teatrikal ataupun tempat yang kiranya kondusif untuk ditempati acara dialog terbuka.

Keempat, proses pencalonan pemimpin atau penyetoran berkas. Pada proses ini pemberkasan diisi dengan kejujuran dan sesuai data yang ada.

Kelima, setelah proses penyampaian visi-misi secara tebuka dan pencalonan atau penyetoran berkas, maka proses pemilihan yang dilakukan oleh tim penyeleksi harus dilakukan dengan sejujur-jujurnya tanpa manipulasi data oleh siapapun atau keberpihakan kepada salah satu calon.Perlu kiranya skor atau hasil penilaian diumumkan secara terbuka juga, guna semua elemen di fakultas tahu siapa yang mempunyai penilaian terbaik dan tidak ada kecurigaan antara satu dengan yang lainnya.

Dari pendapat ini, saya tidak mempunyai tujuan atau mengajak mahasiswa kepada sesuatu yang berbau politis, akan tetapi bagaimanapun mahasiswa mempunyai hak untuk tahu siapa calon, apa misi-visinya dan rekam jejaknya. Agak lucu kiranya, mahasiswa tidak tahu siapa pemimpinnya, apa visi-misinya dan rekam jejaknya. Dengan konsekuensi logis pemimpin yang baik akan melahirkan gagasan yang baik pula.

Mungkin pendapat ini sudah “menjadi bubur” untuk pemilhan dekan dan wakil dekan yang sekarang. Namun masih belum terlambat untuk pemilhan kepala jurusan (kajur) dan pemilihan dekan dan wakil dekan untuk selanjtunya.

Pengembangan Mahasiswa bagi Pemimpin yang Terpilih

Pembahasan ini akan membahas pemimpin yang sudah terpilih. Bagaimana mengorganisir dan mengemban amanahnya untuk memajukan fakultas dan semua elemen yang ada di fakultas. Bagi saya dan ini masih perlu dipertimbangkan bersama-sama yaitu:

Pertama, seorang pemimpin harus tahu siapa yang akan dipimpin, tahu latar belakang yang akan dipimpinnya. Misalnya pada mahasiswa di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam yang mayoritas dari belbagai latar belakang suku, ras, daerah, aliran keagamaan, jurusan yang berbeda (PA, FA, IAT, SA), dan organisasi yang berbeda. Di sinilah, pemimpin harus bisa mengakomodir dan menjaring semua kebutuhan dari latar belakang yang berbeda, dengan ciri khas ke-Indonesiaan, ke-islaman dan ke-Ushuluddinan (Studi Agama-agama, Filsafat, ilmu Qur’an dan Hadits, Sosial-Agama, Budaya).

Kedua, melakukan pertemuan paling tidak satu semester tiga kali dengan semua elemen yang ada di fakultas. Jika posisinya di tingkatan fakultas maka semua elemen yang ada di fakultas. Jika posisinya di jurusan maka semua elemen yang ada di jurusan. Pelaksanaannya ialah awal semester, ujian tengah semester, dan akhir semester sebelum liburan diberlakukan. Guna untuk kebersamaan dan kepemilikan bersama terjaga dan tahu ada informasi apa saja dan apa saja yang belum terlaksana dari program-program fakultas dan jajarannya, jurusan, dan jajarannya.

Ketiga, seorang pemimpin mampu menjadi memimpin yang memeberikan contoh dan menjadi suri tauladan kepada bawahan dan mahasiswanya. Karena inilah akan terciptanya pemimpin yang disayangi semua kalangan dan golongan dan mampu memberikan kenyamanan dan tidak menjaga jarak dengan bawahan dan mahasiswanya.

Keempat,seorang pemimpin mengevaluasi dan monitoring, mengawasi pelaksanaan kinerja dan hasil yang ada.

Kelima, yang terakhir ialah poin yang sangat urgen untuk pengembangan skill yang ada di mahasiswa dan memperhatikan output lulusan, karena terkadang kampus hanya bisa meluluskan dan memberikan gelar kepada mahasiswanya,akan tetapi setelah mendapatkan gelar bingung mau kerja apa dan melakukan apa. Inilah yang perlu dicarikan solusi bersama-sama agar mahasiswa tidak bingung setelah lulus dan jika bisa mahasiswa fakultas menjadi mahasiswa yang siap pakai dan siap untuk bekerja disetiap lini sesuai skill yang dimiliknya. Tentunya skill ini mulai diasah dan difasilitasi oleh fakultas atau jurusan.

*Mahasiswa jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, sekaligus penikmat senja.