Lpmarena.com, Senin (29/6) LPM Arena bekerjasama dengan AMAN Indonesia mengadakan dialog interaktif bertema “Peran Pemuda dalam Memperkuat Keberagaman dan Membangun Perdamaian di Yogyakarta” bertempat di gelanggang mahasiswa UIN Suka. Menghadirkan dua pembicara, Hairus Salim (LKiS Yogyakarta) dan Agnes Hening Ratri (Sobat KBB/Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Gunung Kidul).
Menurut laporan tahunan dari Wahid Institute sendiri tentang kasus intoleransi sepanjang tahun 2014, di Yogyakarta telah terjadi 21 kasus. Dan di Gunung Kidul khususnya menempati peringkat nomor satu kasus intoleransi. “Ada kasus di tiga gereja, Goa Maria, penolakan peralihan keagamaan,” kata Agnes, wanita yang lebih suka memakai diksi kebhinekaan daripada toleransi ini.
Hairus Salim banyak berbicara tentang pentingnya kita membicarakan toleransi yang sebagian besar orang menganggap isu ini isunya orang menengah. Hairus beranggapan kasus beragama kaitannya toleransi adalah urusan kita semua yang sensitif yang paling gampang disulut.
“Kasus Sumber Daya Alam tak banyak mengundang, tapi beda urusan dengan agama. Misal Quran diinjak-injak, nggak ada sehari pasti mengundang solidaritas yang cepat munculnya, terlalu gampang meluas,” jelas Hairus.
Hal ini turut diamini peserta diskusi Shohifur Ridho Illahi yang beranggapan bahwa frase toleransi dan isu beragama terjadinya di kelas menengah yang menjadi sesuatu yang diperjuangkan. Namun saat ini isu itu hanya hidup di kaos-kaos, banner, spanduk, pamflet, dan seminar. “Film toleransi hidup di banner-banner dan pamflet banget dan itu tidak keren,” ungkapnya.
Menyikapi hal ini Agnes berharap mahasiswa mampu melihat lebih kritis apa yang terjadi di sekeliling mereka lalu memberikan kontribusi yang dapat diberikan. “Mahasiswa mampu menjadi jembatan menciptakan perdamaian. Persoalan ini tak hanya menjadi persoalan kelompok beragama, tetapi juga persoalan kita semua,” tutur Agnes. (Isma Swastiningrum)