Lpmarena.com, Dalam rangkaian acara pra muktamar NU yang ke-33, NU mengadakan diskusi publik yang membicarakan tentang Cheng Ho dalam jejak Islam Nusantara. Diskusi ini dilaksanakan di pendapa Jogja Nasional Museum pada Kamis (30/7) siang. Menghadirkan dua guru besar dari Nanjing University Republik Rakyat China, Fan Jinmin dan Xia Weizhong.
Laksamana Cheng Ho berasal dari Yunnan, Tiongkok, lahir tahun 1371. Ia keturunan Arab yang tumbuh di sebuah keluarga muslim yang taat beribadah. Leluhur Cheng Ho pernah menjabat sebagai pejabat dan ketika usianya baru belasan, Cheng Ho ikut perang melawan Mongolia di masa Dinasti Ming. Saat itu di Dinasti Ming sendiri terjadi kudeta dengan mengangkat Yongle sebagai kaisar. Tahun 1433, Cheng Ho menerima titah dari Yongle untuk melakukan ekspedisi.
“Cheng Ho melakukan tujuh kali ekspedisi sekitar 50.000 kilometer jauhnya hingga Samudera Hindia, Laut Merah, Arab, bagian timur Afrika, Somalia, Kenya,” kata Fan Jinmin dalam bahasa Tiongkok dan diterjemahkan oleh seorang penerjemah ke dalam Bahasa Indonesia..
Menurut paparan Fan Jinmin, tiap ekspedisinya Cheng Ho selalu ke Indonesia. Ekspedisi pertama Cheng Ho ke Palembang dengan membawa pasukan lebih dari lima ribu personil. Pasukan ini merupakan pasukan pertahanan, bukan peperangan karena Cheng Ho tidak menjajah atau melakukan perampasan daerah.
Ada beragam alasan, mengapa Cheng Ho melakukan ekspedisi. Fan Jinmin menjelaskan beberapa alasan tersebut, di antaranya: menunjukan kekuatan Dinasti Ming, perdagangan, pertukaran budaya, kerjasama antar negara, membuat persekutuan Islam, untuk melawan Mongolia, dan usaha membasmi perompak Jepang di perairan Tiongkok.
“Yang patut dipertimbangkan kondisi Dinasti Ming dan hubungan Ming dengan negara lain (pada saat itu),” kata Fan Jinmin. Menurutnya ada alasan khusus dari ekspedisi Cheng Ho ini, yakni untuk menemukan seorang kaisar dari Ming yang hilang.
Sumbangan terpenting dari ekspedisi Cheng Ho ini menurut Fan Jinmin adalah pada sejarah maritim dunia. Di mana saat abad ke 15 terjadi penemuan peta, semua jalur ekspedisi barat setelah Cheng Ho jadi lembaran baru maritim. “Sumbangan untuk maritim Tiongkok besar, pada Dinasti Han sudah dimulai. Perlu teknik navigasi dan kemampuan yang lebih tinggi,” papar Fan Jinmin.
Selain itu pembicara kedua, Xia Weizhong menjelaskan tentang bukti arkeolog dari ekspedisi Cheng Ho. Di Indonesia sendiri misalnya bangunan Sam Po Kong di Semarang, juga Tiongkok sendiri khususnya di Nanjing. “Nanjing tempat tinggal kaum muslim yang sangat besar. Perkiraan ada tujuh puluh ribu muslim. Di Nanjing ada masjid muslim yang megah, Masjid Jingjue,” kata Weizhong.
Di Tiongkok juga ditemukan makam-makam orang-orang yang mendukung ekspedisi Cheng Ho, seperti makam Hang Bao, makam Yam Qing, makam Luozhi, juga arkeolog lainnya seperti di Pagoda Porselen Barat. (Isma Swastiningrum)