Dendam dan amarahku datang dari masa lalu / Menjelma dongeng kanak-kanak di tempat tidurmu kelak / Ratusan ribu hari aku terkepung sunyi / Menanggung rindu yang kupikul sendiri.
Lpmarena.com, Bait puisi di atas adalah cuplikan dari puisi karya Nissa Rengganis berjudul Hikayat Dewi Rengganis. Puisi tersebut merupakan salah satu puisi dalam buku puisi karya Nissa berjudul Manuskrip Sepi yang dibuat dari tahun 2009-2015. Beberapa antologi puisi dalam buku tersebut didiskusikan dalam diskusi sastra Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjaseomantri (PKKH) UGM, Rabu (26/8) malam.
Diskusi yang berlangsung di Ruang Gong PKKH UGM ini menghadirkan dua pembahas, Hasta Indriyana (Sastrawan) dan Khairiyah Eka Januaristi (mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB UGM).
Dalam analisisnya Hasta mengatakan setiap penyair berpihak dan Nissa memilih kesepian. “Dia melihat yang tidak ideal bagi manusia. Dia memilih material negatif seperti pedih, sunyi, menguliti,” kata Hasta.
Nissa memberikan alasan kenapa yang dipilih sepi dan sedih. “Bicara tentang sepi, sepi membuka ruang di kepala yang penuh dengan kompleksitas. Sepi yang bergemuruh. Sepi bagi saya adalah kecemasan yang berulang untuk membungkus tragedi,” ujar Nissa.
Risti sendiri lebih memfokuskan diri membahas dua puisi Nissa khususnya yang membahas tentang perempuan, yakni dalam puisi Perempuan-perempuan Plaza De Mayo dan Ketakutan Suatu Malam: Jugun Ianfu. “Trauma terjadi ketika perempuan ditarik, diperkosa di camp, bahkan suara hujan tak mengalahkan suara mereka,” ujar Risti.
Kata Risti, dalam puisi-puisi itu perempuan-perempuannya tak berdaya dan terbelit dengan masa lalu. Di sini ingatan sebagai monumen. Menanggapi ini Nissa menambahkan juga mengenai nasib perempuan sekarang. “Saya perempuan, hari ini perempuan belum bisa dirayakan dengan tertawa dan ngekek-ngekek,” tutur penulis asal Cirebon ini. (Isma Swastiningrum)