Home - Keuangan Inklusif Sektor UMKM sebagai Solusi dalam Pengentasan Kemiskinan

Keuangan Inklusif Sektor UMKM sebagai Solusi dalam Pengentasan Kemiskinan

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Oleh Namira Syafiah*

Persoalan kemiskinan, pengangguran, dan ketidakmerataan telah menjadi penghambat untuk menumbuhkan stabilitas dinamika sosial-ekonomi bangsa. Masyarakat yang tehimpit persoalan ekonomi dan sosial tersebut mengalami kesulitan akses terhadap pendidikan yang layak, kesehatan yang baik serta perekonomian yang hidup. Kemiskinan merupakan suatu ketakutan besar bagi seluruh masyarakat baik di daerah maupun di tengah kota sekalipun. Seluruh masyarakat saling beradu cepat dalam mengadu nasib demi menyejahterakan kehidupannya terutama dalam aspek perekonomian hidup. Indonesia merupakan negara yang mampu terbebas dari penjajahan yang menyengsarakan rakyatnya demi menyejahterakan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai pada pembukaan Undang-undang 1945. Maka, Indonesia saat ini tidak dikatakan benar – benar merdeka atau terbebas dari penjajahan ketika masih terdapat masyarakat yang tidak mendapat kesejahteraan dalam berkehidupan di Indonesia.

Salah satu tolak ukur definisi kesejahteraan masyarakat Indonesia merupakan aspek ekonomi yang dimiliki masing–masing masyarakat. Berbagai kegiatan, pekerjaan dan usaha merupakan berbagai ikhtiar yang dilakukan guna mencapai kesejahteraan ekonomi yang diidamkan dan diharapkan. Pencapaian cita–cita para pahlawan bangsa yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang 1945 tersebut tampaknya terlihat bottleneck (macet) antara pemerintah, regulator, pelaku usaha, dan masyarakat umum dalam mencapai kondisi perekonomian yang madani. Di antara mereka sering kali terlihat tidak ada sinkronisasi atau kerjasama yang baik dalam upaya mensejahterakan kehidupan bangsa terutama dalam bidang ekonomi (Pardede, 2013). Kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang terlibat baik secara langsung ataupun tidak langsung merupakan salah satu cara terbaik untuk memecahkan permasalahan ekonomi di Indonesia.

Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang menjadi perhatian khusus pemerintah dalam pergerakan dan perkembangannya. UMKM dirasa mampu meningkatkan dan menghidupkan perekonomian di berbagai daerah di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam laju pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, UMKM memegang peranan besar di dalamnya. Jumlah UMKM di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan dengan usaha besar yakni mencapai pangsa pasar sebanyak 99,99% (Kemenkop, 2013).

UMKM mampu menopang dan menghidupkan perekonomian suatu daerah dan dapat memberikan sumbangsih besar bagi kesejahteraan ekonomi bagi setiap kepala keluarga yang ada disekitarnya. Namun, kondisi UMKM tak terlepas dari berbagai kendala yang dihadapi. UMKM diIndonesia memiliki beberapa kendala dalam melakukan perkembangannya diantaranya sebagai berikut:

Permasalahan utama yang dimiliki UMKM terdapat dua poin besar yaitu aspek persaingan usaha dan permodalan yang dimiliki atau diperoleh oleh UMKM di Indonesia. Pertama mengenai persaingan, persaingan usaha merupakan kendala/permasalahan terbesar yang dimiliki UMKM dikarenakan posisi, kondisi, inovasi, lokasi, dan SDM yang dimiliki masih jauh dari maksimal. Namun, kondisi persaingan usaha merupakan kondisi yang sangat wajar dan terbilang dapat teratasi dengan pengembangan SDM dan suntikan modal yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan dalam pengembangan UMKM masyarakat di Indonesia. Kedua mengenai permodalan, kondisi keuangan dan modal yang dimiliki oleh para pelaku UMKM merupakan aspek penting dalam pendirian hingga operasional berjalannya UMKM yang dimiliki masyarakat. Permodalan menjadi tolak ukur titik awal untuk berjalan dan berkembangnya UMKM.

Perkembangan UMKM yang dimiliki tidak diiringi dengan baik oleh industri keuangan di Indonesia. Industri keuangan khususnya perbankan di Indonesia terkesan sangat hati – hati dalam memberikan kredit terhadap UMKM. Terbukti berdasarkan data pada Kementrian Koperasi dan UKM 2014, dari sekitar 56,2 juta UMKM yang ada di Indonesia, hanya 38,19 juta UMKM yang layak akses keuangan atau bankable (Sindo, 2015). Disini terlihat bahwa tingkat inklusifitas keuangan di Indonesia masih terlihat minim. Minimnya modal yang dimiliki UMKM serta sulitnya akses UMKM kepada lembaga keuangan merupakan masalah yang tengah dihadapi oleh UMKM saat ini. Akses dan kelayakan UMKM terhadap lembaga keuangan sangat penting untuk diwujudkan mengingat salah satu kendala besar UMKM dalam perkembangannya yaitu minimnya modal yang dimiliki.

Potensi peranan mahasiswa dalam aktifitas perekonomian

Mahasiswa secara sederhana dapat didefenisikan sebagai kelompok masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan formal tingkat tinggi. Yahya ganda (1987:10) mengatakan bahwa “mahasiswa diartikan sebagai pelajar yang menimba ilmu pengetahuan tinggi, di mana pada tingkat ini mereka dianggap memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikran yang luas, sehingga dengan nilai lebih tersebut mereka dapat memiliki kesadaran untuk menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggung jawab terhadap sikap dan tingkah laku dalam wacana ilmiah.

            Dalam aktifitasnya, mahasiswa akan selalu dituntut untuk berperan aktif di kalangan masyarakat khususnya dalam dunia perekonomian. Kini, mahasiswa dengan berbagai pergerakannya diharapkan mampu untuk menjawab berbagai masalah-masalah khususnya dalam perekonomian. Mahasiswa tidak hanya dituntut untuk memenuhi kualitas akademik saja namun, dituntut pula untuk dapat menjadi penyelamat atas permasalahan–permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya dalam hal ini permasalahan distorsi pasar. Dengan ini mahasiswa membuktikan dengan cara menjalankan berbagai organisasi serta melaksanakan berbagai kegiatan untuk menunjang soft dan hard skill yang mereka miliki.

Optimalisasi Metode Linkage PMM (Pemerintah – Mahasiswa – Mahasiswa)

Para pelaku UMKM khususnya bagi pelaku UMKM yang masih belum dapat mengakses lembaga keuangan saat ini perlu menjadi perhatian khusus bagi seluruh organisasi pemuda di Indonesia. Petani, nelayan dan berbagai profesi lainnya yang masyarakatnya notabene tinggal di daerah pelosok maupun tertinggal, kini saatnya untuk diberikan prioritas dalam pengembangan perekonomiannya. Para pelaku ekonomi seluruhnya tanpa terkecuali baik dari yang berpenghasilan rendah hingga tinggi patutnya diberikan perlakuan yang sama dan menyesuaikan oleh lembaga keuangan baik dari segi pelayanan maupun transaksi yang dilakukan.

Sebelum kita menuju ke pembahasan mengenai model yang ditawarkan, saya akan memberikan penjelasan mengapa keuangan inklusif menjadi layak untuk dijadikan fokus penting oleh pemuda, yaitu terdapat 4 poin penting:

  1. Akses

Akses dalam kredit permodalan dapat dengan otomatis akan memberikan dan membuka peluang usaha dan atau bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan besaran investasi para pengusaha kecil.

  1. Penyesuaian produk dan prosedur

Terbukanya akses kepada masyarakat tanpa terkecuali ini sebaiknya diimbangi dengan produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan.

  1. Biaya

Kemudahan untuk mengakses modal usaha ke sektor keuangan formal akan mengurangi pertumbuhan kredit ke sektor informal yang biasanya dijalankan oleh para tengkulak yang umumnya mematok biaya pengambilan pinjaman yang mahal dengan jangka pengembalian kredit yang tidak masuk akal.

  1. Manfaat menyeluruh

Berbagai rekening yang sudah teregistrasi di institusi keuangan formal pada gilirannya bisa digunakan untuk berbagai keperluan yang sangat penting; misalnya, untuk memperoleh berbagai manfaat dari program–program pemerintah seperti listrik, air bersih, dan lain sebagainya. Selain itu, berbagai studi menunjukan bahwa akses ke dalam jasa layanan keuangan memungkinkan kaum miskin menyimpan uang secara aman di luar rumahnya. Juga mencegah terkonsentrasinya kekuatan ekonomi di segelintir orang. Akses ke dalam jasa layanan keuangan terbukti menjadi instrumen mitigasi risiko yang ampuh bagi kaum miskin, terutama saat mereka berhadapan dengan dampak krisis ekonomi atau bencana alam (Mehrota, 2009).

Model metode penawaran solusi atas permasalahan keuangan inklusif di Indonesia, yaitu menyambungkan komunikasi aktif antara pemerintah, organisasi pemuda, dan masyarakat luas. Seperti pada gambar di bawah:

Bagan 1. Metode Solusi Pemuda dalam pewujudan keuangan inklusif di Indonesia:

Penjelasan dari gambar di atas yaitu alur model metode yang diharapkan menjadi solusi atas permasalahan keuangan di Indonesia dimana:

  • Pemerintah memberikan mandat atau kepercayaan kepada seluruh organisasi pemuda, pelajar, dan sejenisnya untuk mengadakan program kerja “pengabdian masyarakat” yang salah satu tujuannya untuk membantu masyarakat agar dapat mengakses lembaga keuangan di Indonesia. Panah kebawah menandakan bahwa pemerintah melalui regulator lembaga keuangan baik itu Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan sejenisnya diharapkan terus meningkatkan fasilitas dan inovasi–inovasi produk baru yang pro terhadap rakyat atau masyarakat menengah bawah.
  • Organisasi pemuda, pelajar, mahasiswa, dan sejenisnya diharapkan mampu untuk menjalankan mandat atau amanat pemerintah untuk mengadakan program kerja “pengabdian masyarakat”. Dilakukan dengan mengadakan berbagai program di antaranya pembinaan, penyuluhan dan lain – lain yang mendukung pemerintah. Serta membantu masyarakat agar masyarakat dapat mengakses fasilitas lembaga keuangan dengan mudah dan berbagai usaha yang dimiliki dapat terus berkembang.
  • Masyarakat yang menerima program tersebut dapat dengan baik mengelola dan mengembangkan bisnis seerta usaha yang dimiliki, sehingga dapat membantu perkembangan perekonomian pada daerah–daerah tersebut terutama masyarakat menengah bawah.

Ketiga poin di atas jika dapat dijalankan dengan baik dan didukung oleh seluruh pihak terkait serta terdapat kerjasama dengan kinerja yang maksimal maka hasilnya pun akan sesuai dengan tujuan awal. Minimal, dapat membantu para pelaku usaha terutama UMKM dalam mengakses lembaga keuangan sehingga usaha–usaha yang dimiliki masyarakat dapat terus dikembangkan.

Rekomendasi Pihak

Pihak pertama yang diharapkan dapat terlibat dalam metode ini yaitu Kementrian Pemuda dan Olahraga atau (Kemenpora) dan Kementrian Dikti. Kemenpora merupakan kementrian pertama yang diharapkan dapat menerapkan program ini dan memberikan amanah terhadap seluruh organisasi yang bergerak di bidang kepemudaan baik dalam lini pelajar, mahasiswa atau lainnya yang dapat dikategorikan sebagai pemuda. Kementrian Dikti dapat menjadi jembatan atas organisasi yang dimiliki oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang berada di Indonesia

Pihak selanjutnya yang diharapkan dapat terlibat aktif adalah lembaga regulator keuangan, seperti BI, OJK, LPS, dan berbagai pihak semacamnya yang akan selalu menginovasi berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Serta pihak–pihak tersebut diharapkan membantu secara regulasi dan sistem untuk berbagai lembaga keuangan yang terkait dalam memajukan usaha rakyat dan pembangunan perekonomi daerah. []

*Penulis Mahasiswi Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI.

Sumber gambar: nasional.kontan.co.id

Daftar Pustaka:

Depkop. (2013). Kementrian Koperasi dan UKM. Retrieved from Kementrian Koperasi dan UKM Web Site: www.depkop.go.id

Mehrota, N. P. (2009). Financial Iclusion-An overview.

Pardede, D. (2013). Keuangan Inklusif. In N. Wahid. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Sindo. (2015). Kadinda diminta dorong UMKM agar Bankable. Jakarta.

World Bank Jakarta. (2013). Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta.