Oleh: Arifin Ma’ruf, S.H.*
Kabut asap yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia, di antaranya terjadi di Sumatra, Kalimantan, Riau, Jambi, dan wilayah Indonesia lainnya sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan kabut asap tersebut sudah masuk level berbahaya. Akibat kabut asap sudah banyak korban jiwa berjatuhan. Bukan hanya itu, protes dari negara tetangga yang terkena dampak kabut asap ini pun mulai sering dilayangkan ke pemerintah Indonesia.
Kebakaran hutan salah satu penyebab dari semakin menebalnya kabut asap ini. Praktik membuka lahan dengan cara membakar hutan selain merusak lingkungan hidup juga memberikan dampak buruk lainnya. Salah satunya adalah terhentinya aktivitas masyarakat, mulai dari diliburkannya proses belajar mengajar di sekolah dan kondisi kesehatan masyarakat yang terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan penyakit pernafasan lainnya. Hal ini tentu menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang terkena dampak asap tersebut.
Dalam pembukaan UUD 1945 telah dijelaskan secara rinci bahwa tugas negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan mulia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 seharusnya dimaknai sebagai cita-cita bersama dalam berbangsa dan bernegara. Namun yang menjadi poin utama adalah pemerintah sebagai perwujudan dari negara yang seharusnya mendukung dan mewujudkan cita-cita bersama tersebut.
Kabut asap yang semakin menebal menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Yang dilakukan selama ini hanya langkah penindakan saja, sedangkan langkah pencegahan belum terlihat dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari pembukaan lahan dengan cara membakar hutan terjadi secara sporadis di sebagian wilayah di Indonesia.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, tindakan pembakaran hutan ini didukung oleh peraturan atau regulasi. Misalnya di Kalimantan Tengah didukung dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Perubahan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 52 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi Masyarakat di Kalimantan Tengah yang membolehkan pembakaran hutan.
Selain itu didukung pula dengan izin pakai kawasan hutan semakin meningkat. Misalnya sampai bulan Juni 2012 Kementerian Kehutanan mencatat perkembangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan sebesar 2.519.415,82 Ha. Dari data tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa negara dalam hal ini belum serius menangani kasus pembakaran hutan. Seharusnya negara membuat regulasi tentang larangan pembakaran hutan bukan malah memperbolehkan membakar hutan. Selain itu juga, harus memperketat izin pakai hutan, sehingga kejadian serupa tidak terjadi di tahun depan.
Upaya Penanggulangan Asap
Pemerintah Indonesia dalam rangka menangani kabut asap telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya menetapkan kabut asap sebagai bencana dan meminta bantuan asing di antaranya adalah Singapura, Malaysia, bahkan Rusia pun ikut membantu untuk ikut serta dalam menangani kabut asap ini. Selain itu wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di DPR RI pun mulai bergulir. Pansus ini nantinya akan meminta keterangan dari pihak terkait mengenai permasalahan kabut asap yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia. Upaya tersebut memang harus didukung semua pihak, walaupun memang sampai saat ini belum ada hasil yang konkrit dalam menangani kabut asap ini. Hal ini dapat dilihat bahwa kabut asap yang terjadi bukan semakin berkurang akan tetapi yang terjadi adalah kabut asap semakin menebal.
Selain itu, dalam upaya penanggulangan kabut asap di Indonesia, ada langkah-langkah yang perlu dilakukan. Di antaranya adalah langkah pencegahan (preventif) dan langkah penindakan (represif).
Langkah pencegahan (preventif) meliputi: Pertama, perketat izin pakai hutan. Kedua, membuat daftar track record terhadap perusahaan yang membuka lahan dengan membakar lahan tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini sebagai pertimbangan utama ketika akan meminta izin kebali. Ketiga, besar izin pinjam pakai kawasan hutan di Indonesia harus juga diiringi dengan adanya monitoring atau pengawasan dari pemerintah. Jangan ada lagi praktik membuka lahan dengan cara membakar hutan. Keempat, sosialisasi kepada masyarakat terkait dampak buruk pembakaran hutan.
Selanjutnya mengenai langkah penindakan (represif) meliputi: Pertama, membuat aturan atau regulasi yang mendukung terkait pembakaran hutan. Kedua, koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam pemberantasan kasus pembakaran hutan. Ketiga, menindak tegas dengan sanksi pidana yang berat terhadap pelaku pembakaran, bukan hanya sanksi administratif saja. Keempat, memberikan tempat pengungsian sementara terhadap para korban kabut asap ketika asap semakin tebal dan berbahaya. Kelima, mempersiapkan fasilitas rumah sakit yang baik di daerah yang rawan terjadi kabut asap.
Sudah saatnya pemerintah Indonesia tegas dalam mencegah terjadinya pembakaran hutan, maupun menindak pelaku pembakaran hutan. Yang terlihat ke perusakan sekarang ini pemerintah terkesan memberikan sanksi yang ringan terhadap otak pelaku pembakaran. Terutama para cukong-cukong, kaum pemodal, kaum elitis, dan borjuis. Jika itu masih saja dilakukan maka ketimpangan dan ketdakadilan akan terus terjadi dimasyarakat. Hodi mihi cras tibi (ketimpangan atau ketidakadilan yang menyentuh perasaan tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat). []
*Penulis merupakan Koordinator Bidang Pendidikan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia dan Mahasiswa Alumni Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sumber gambar: daerah.sindonews.com