Oleh: Doel Rohim*
Keadaan media jurnalistik di Indonesia beberapa tahun terakhir ini mengalami krisis kepercayaan yang mendalam dari pembaca setianya, yaitu masyarakat. Permainan media yang melepaskan sikap independensi dan loyalitasnya terhadap kepentingan masyarakat, membuat masyarakat apatis merespon pemberitaan yang dikeluarkan oleh media. Hal tersebut diakibatkan media yang tidak bisa lepas dari kungkungan pemodal yang selalu dibelenggu oleh kepentingan sang punya empu.
Hal tersebut sangatlah wajar ketika sebuah media yang notabenenya digunakan sebagai penyambung lidah rakyat, sekarang berbanding terbalik dengan slogan media menyambung lidah yang punya kuasa. Sudah menjadi rahasia umum pula bahwa kebanyakan media Indonesia roda penggeraknya dari kalangan pemodal yang di dalamnya mengemban misi kepentingan pribadi. Seperti halnya keadaan media sekarang ini bloking area terlihat jelas antara media yang mendukung pemerintahan dan media yang selalu memojokan pemerintahan.
Gambaran di atas memperlihatkan hilangnya independensi sebuah media dan loyalitasnya terhadap kepentingan masyarakat. Sudah barang tentu hal tersebut akan menjadi sebuah problem tersendiri bagi media tersebut dan masyarakat tentunya. Media yang notabenenya digunakan sebagai pemantau kekuasaan dan menyambung lidah kaum yang tertindas, serta menjadi forum publik, sekarang menjadi agak sukar dicari media yang masih memegang nilai-nilai jurnalistik dengan sesungguhnya.
Mungkin harapan kemurnian media jurnalisme yang masih memegang nilai-nilai kebenaran itu tersampai pada pundak Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Hal tersebut bisa menjadi salah satu wacana yang paling logis melihat posisi LPM yang masih berada pada tataran mahasiswa.
Kita tahu bersama bahwa mahasiswa merupakan tahapan manusia yang masih berada pada tahap idealisme sangat tinggi, terlepas mahasiswa yang sudah tidak mempunyai idealisme tentunya. Di sisi lain LPM masih berada pada posisi aman dalam bentuk financial dan ideologi, mereka tidak terikat oleh instansi manapun. Walaupun secara materi LPM masih menganak pada kampus, tetapi hal itu bukan menjadi alasan untuk melemahkan peran LPM dalam kerja-kerja jurnalistik.
Keadaan di atas tersebut sangatlah mungkin untuk terus dikembangkan, bagaimana media bisa digerakkan oleh mahasiswa-mahasiswa yang mempunyai strong idea sehingga dapat mengimplementasikan nilai-nilai jurnalisme dengan sesungguhnya. Sehingga akan menciptakan pemberitaan yang ideal yang selalu memegang prinsip-prinsip jurnalistik, dan pada akhirnya dapat diterima masyarakat luas.
Tetapi pada praktinya tidak semudah yang kita bayangkan, masti bakal banyak kendala yang akan melingkupinya. Terutama perkembangan LPM belakangan ini yang masih belum konsisten untuk mengawal isu-isu yang masih terpingiran oleh media nasional. Inkonsistensi inilah yang selama ini menjadi hambatan untuk dinikmati pembaca luas.
Bukan itu saja, permasalah subyek dari LPM juga menjadi permasalah tersendiri bagi inkonsistensi isu yang terpinggirkan tersebut. Subyek dalam hal ini anak pers yang berada pada LPM yang sekarang mulai jarang mengkaji isu-isu kerakyatan, mungkin hanya beberapa kota pendidikan yang kultur akademik kerakyatannya masih kuat untuk mengangkat isu-isu sosial yang terpinggirkan tersebut.
41 tahun LPM Arena
Sudah disebutkan di atas bagaimana peran penting LPM di era sekarang ini melihat permasalah media jurnalistik yang ada di Indonesia. Semua itu harus disikapi bersama dengan optimistis dan selalu membuat terobosan-terobosan baru yang kreatif, serta inovatif, dan tentunya selalu memegang semangat emansipatoris. Yang akan selalu digunakan untuk menapaki perubahan yang berjalan cepat ini.
LPM Arena yang tahun ini menginjak usia ke 41 tahun menjadi bukti adanya keseriusan dalam merawat wacana-wacana kritis yang diimplementasikan dalam bentuk pemberitaan jurnalistik. Di setiap tahunnya pembacaan dilakukan dalam merespon kondisi masyarakat yang sekian detik berubah. Hal ini dilakukan agar dapat menyesuaikan konteks yang ada.
Memang disadari atau tidak dalam kurun waktu empat dekade tersebut banyak hal yang terjadi pada LPM Arena, mulai dari pembredelan yang terjadi di masa silam serta peyerangan terhadap kantor redaksi. Semuanya itu bukti adanya marwah perlawanan yang menganak pinak yang selalu dijaga dan dikontekstualisasikan dengan realita sosial yang ada. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan zaman membuat tidak bisa disamakannya keadaan LPM Arena di masa silam dengan LPM Arena sekarang, banyak pembaruan-pembaruan yang dilakukan untuk dapat menjadi sebuah cerminan media kampus yang ideal di tengah melemahnya wacana jurnalistik yang berpedoman pada sembilan elemen jurnalistik dan nilai-nilai kerakyatan.
Salah satu pembaharuan yang dilakukan diusia LPM Arena 41 tahun ini adalah merekontruksi portal online yang sebenarnya sudah ada sejak tahun 2009. Hal ini dilakukan setelah melakukan pembacaan yang cukup panjang mengenai kondisi media diera modern sekarang. Perkembangan gawai yang tidak bisa dibendung lagi mengakibatkan orang tidak tertarik lagi dengan media cetak, dan kebanyakan orang lebih tertarik membaca media-media online yang lebih praktis. Hal yang satu ini menjadi salah satu alasan mengapa LPM Arena merekonstruksi ulang portal online-nya.
Tetapi hal tersebut bukan berarti LPM Arena meninggalkan media cetak yang selama ini menjadi bukti eksistensinya. Dan terbitnya SLiLiT edisi Januari menjadi bukti media cetak tetap mendapat ruang tersendiri dalam LPM Arena.
Langkah LPM Arena untuk memberi porsi seimbang antara lpmarena.com dengan SLiLiT (media cetak LPMArena) selain alasan yang disebutkan di atas mungkin ada alasan yang lebih ideologis, bahwa LPM Arena berusaha menjadi katalisator antara dunia kampus dan masyarakat luas. Seperti yang diungkapkan di awal tadi bahwa LPM harus dapat menjadi solusi pemberitaan yang benar-benar diperuntukan untuk masyarakat luas. Tetapi hal yang paling esensial dari itu semua adalah bagaimana LPM dapat digunakan untuk jembatan penghubung antara dunia kampus dan masyrakat luas. Serta sebagai mendorong mahasiswa untuk selalu melihat keadaan di sekitar kegiatan akademiknya.
Mengingat juga bahwa dunia kampus yang ada sekarang semakin disibukkan dengan kepentingan pribadi masing-masing, sehingga melupakan tugas utamanya untuk mengabdi kepada kepentingan masyarakat. Hal itulah yang sebenarnya ingin dimulai LPM Arena sebagai media yang selalu mencerminkan dunia kampus yang sebenarnya. Dunia kampus yang selalu kritis dan peka dengan keadaan sekitarnya.
Mungkin tulisan di atas terasa subyektif dan minim data, memang begitu keadaannya hal tersebut diharapkan agar timbul proses dialektika antara kita bersama. Sehingga akan menciptakan pemahaman baru yang lebih komplit dan mendalam serta kreatif dan inovatif untuk memunculkan kreasi-kreasi yang baru juga.
Akhirnya saya mengucuapkan selamat ulang tahun LPM Arena ke 41 tahun. Dalam usia yang bisa dikatakan matang ini banyak harapan dan tantangan yang seiringan berjalan sehingga menciptakan persoalan yang minta diselesaikan. Tetapi pada dasarnya di usia yang sudah matang ini kita dituntut untuk selalu tegap memandang kedepan serta memasang badan untuk membendung segala perubahan yang semestinya bakal datang. Dari hal itu hanya ada satu jawaban yang tersirat dari syair Sisir Tanah:
Harus berani, harus berani
Jika orang-orang itu datang harus dihadang
Dan harus berani…
*Penulis jemaat Arena.