Lpmarena.com, Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng dalam rangka memperingati enam tahun kepergian Gus Dur digelar di Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Kota Gedhe, Bantul, Yogyakarta pada Sabtu (9/1). Sejumlah tokoh dari beberapa agama juga turut menghadiri acara tersebut.
Tokoh-tokoh tersebut di antaranya Romo Dani dari Gereja Katolik Pringgoayan, tokoh tanah Sunda Ki Demang Wang Saefuddin, Bantis Badra Samanta dari Vihara Siraman, Wayan Sunerta (sahabat pengasuh pondok), Pendeta GKJ Ambarrukmo Bambang Subagyo, Han Purwanto selaku pemilik Piramid di jalan Prangtritis, dan Gus ‘Ud dari pesantren Dawam.
Menurut Masriah (22), ketua panitia acara tersebut, alasan mereka mendatangkan tokoh dari berbagai agama adalah karena itu yang diajarkan Gus Dur, menjunjung tinggi keragaman dan nilai kemanusiaan.
”Karena itu yang diajarkan Gus Dur, menghargai perbedaan, dan memanusiakan manusia, serta tak lupa juga bapak (Pengasuh Nurul Ummahat) selalu menanamkan kepada kami walaqod karromnaa banii aadam (dan sungguh telah kami muliakan keturunan Adam-red),” terang Masriah. Menurut Marsiah, Muhaimin (kiainya), sering mengulang cerita, kucing saja yang tak beragama diberi makan, kenapa manusia dengan kepercayaannya masing-masing dihinakan.
Para tokoh lintas agama ini berdialog di satu panggung dalam rangka memperingati enam tahun kematian Gus Dur. Satu persatu dari mereka beruluk salam kepada para hadirinn dengan salam dari berbagai agama.
Seperti yang dilakukan Bambang, dia mengucapkan salam bagi yang beragama Islam, Hindu, Budha, penghayat Sunda, umat Kristiani, penghayat Konghucu, dan penghayat kepercayaan dengan salam yang digunakan penganut agama-agama tersebut.
Bambang mengaku mengucapkan salam dengan tulus ikhlas dan mengingatkan bahwa salam bukan sekadar breaking, tetapi tekad atau komitmen umat beriman untuk mewujudkan kehidupan yang damai sejahtera. Mewujudkan santi, syahdu, salam, syalung, rangket, sampurasun, dan rahayu.
“Itu sebetulnya bukan sekadar basa basi, tetapi kita benar-benar setiap kali kita berjumpa mengucapkan salam, mengucapkan santi itu kita bersama-sama mempunyai perjuangan untuk mewujudkan tata kehidupan yang damai sejahtera,” terang Bambang, pendeta yang aktif di Forum Persaudaraan Lintas Beriman sejak 1997 tersebut.
Menurut Emha Ainun, Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh adalah seperti yang diungkapkan Bambang, terlepas dari identitas Islam atau tidak. Dia juga menyaranka dalam melihat sesuatu lihatlah esensinya, jangan melihat lembaganya apa, intitusinya apa, tapi lihatlah fungsinya.
“Bunyi Assalamungalaikum, ya, artinya saya berjanji bahwa saya kekamu itu, adanya itu selamat, dah, saya hanya ingin mengasih selamat. Saya tidak akan ngomongin kamu yang membuat kamu nggak selamat, tidak akan melakukan apapun yang membuat kamu tidak selamat,” terang budayawan yang akrab dipanggil Cak Nun ini.
“Jadi merupakan suatu perjanjian sosial. Maka begitu dikasih Assalamungalaikum, menjawabnya juga Wangalaikum salam. Oh ,ya aku wis janji ya karo koe wis saiki selamet, pada-pada selamet (sudah janji kepadamu, sudah sekarang selamat, sama-sama selamat. Red),” tambahnya.
Magang: Syakirun Ni’am
Redaktur: Isma Swastiningrum