Oleh: Imroatus Sa’adah*
Sekitar jam lima sore, Jalan Malioboro terasa sesak. Mobil dan motor saling senggol demi berada di jalan lurus, tanpa hambatan. Namanya juga weekend, wajar saja kalau jalanan ramai, kata saya kepada seorang teman yang saat itu sedang berbaik hati mengajak saya JJS alias jalan-jalan sore. Bukan saya, jika dalam perjalanan tidak tengok kanan-kiri. Setiap ruas jalan saya susuri dengan mata kepala. Sehingga tanpa sengaja saya menemukan sebuah tulisan “Valentine’s day” di depan salah satu toko yang berjejeran di pinggir jalan. Aish.. saya langsung melihat kalender di handphone. Memang benar, saat itu adalah Hari Valentine, 14 Februari. Setahu saya, saat itu adalah hari Minggu. Itu saja. Maklum, efek sudah terlalu lama sendiri. Membuat saya lupa dengan hari yang dipuja oleh muda-mudi yang sedang dilanda asmara.
Sore itu terasa begitu meriah, mengalahkan pesta cinderella. Bagaimana tidak, jejeran toko yang biasanya hanya dipenuhi orang-orang yang berjalan sambil memilih berbagai pakaian tanpa membeli, kini dipenuhi berbagai hiasan serba pink, tak lupa dengan lampu diskonya. Ditambah lagi mbak-mbak dan mas-mas yang bersaing mencari konsumen membuat Malioboro dan sekitarnya menjadi lebih menyala bak bola apinya dragon ball. Kalian wajib tahu! Mereka bukan agen MLM. Mereka hanyalah pedagang bunga dan coklat dadakan. Hanya muncul saat moment valentine. Dan itu langka, perlu diabadikan. Ajaklah mereka untuk berfoto selfie. Biar mereka berasa seperti artis, bahkan raja. Karena pedagang juga berhak merasakan menjadi raja.
Tiba-tiba pandangan saya tertuju pada satu titik, 0 KM. Terlihat puluhan muda-mudi berdiri menyisir jalan 0 KM, tepatnya di perempatan lampu abang-ijo-kuning. Layaknya ksatria menunggang kuda, mereka berorasi secara bergantian. “Tolak Valentine. Islam tidak mengenal Valentine”. Lho, apa-apaan ini? Berkoar-koar tak jelas di hari yang dinantikan oleh para muda-mudi. Apa kalian tidak takut diserang oleh segerombolan anak muda yang sedang memadu kasih? Mereka kebanyakan berasal dari gank motor lho.. Awas kalau tiba-tiba spion, stang, bahkan sebuah motor ninja menimpa kalian yang sedang berorasi. Saya hanya mengingatkan saja. Tidak ada unsur menakut-nakuti atau mengancam.
“Kami menolak sekularisme dan LGBT. Barang siapa yang menganggap semua agama itu benar, dilaknat allah! Karena dalam Al-Qur’an disebutkan, hanya Islam satu-satunya agama yang benar”. Lha dalah, bahaya ini. Emangnya situ hakim? Tahu benar dan salah. Refleks, darah saya langsung naik padahal belum pernah sakit darah tinggi. Sebagai umat manusia sekaligus umat Islam, saya merasa tersinggung dan malu. Tersinggung karena kebebasan setiap individu terampas. Malu karena saudara seiman saya begitu lebai. Please deh, ini sudah bukan zaman onta, ini sudah zaman avanza. Tak usah terlalu kaku, nanti bisa kena penyakit strok. Slow wae lah!
Saya tahu dan meyakini bahwa yang dilakukan oleh para akhi-ukhti tidak lain adalah berdakwah di jalan Allah, meluruskan para manusia yang hampir bengkok. Itu adalah perbuatan yang sangat terpuji. Semoga Allah menggolongkan kalian ke Golongan Khusnul Khatimah. Namun, ada satu hal yang luput dari pengawasan kalian, yaitu toleransi yang dalam bahasa Islamnya disebut tasamuh. Tanpa saya jelaskan pun, saya percaya para akhi-ukhti lebih memahaminya karena ilmu agama saya masih kelas teri.
Merayakan valentine memang merupakan budaya barat yang masuk ke timur melalui para penjajah. Seiring berjalannya waktu, perayaan valentine semakin diterima oleh rakyat Indonesia sebagai simbol kemodernisasian. Saya bisa merasakan betapa geramnya kalian, wahai akhi-ukhti mengetahui budaya barat telah mendarah daging di Indonesia. Saya sangat mengapresiasi kegigihan akhi-ukhti untuk menyelamatkan masyarakat Indonesia supaya tidak terkontaminasi budaya barat. Namun, sekali lagi saya mengingatkan, kalian belum mengamalkan sikap toleransi. Toleransi dipahami sebagai sikap menghargai tanpa harus menghancurkan lawan. Entah sadar atau tidak, tindakan yang telah akhi-ukhti lakukan adalah tindakan penghancuran hak, bukan toleransi. Ya.. semoga tuhan memaafkan atas kelalaian kita.
Saya baru tahu kalau tanggal 14 Februari adalah tanggal berhijab nasional. Terima kasih telah memberi tahu saya, ukhti. Ternyata kalian memang luar biasa, mampu menciptakan moment di tanggal 14 Februari untuk menandingi moment valentine. Sepertinya itu akan menjadi cara efektif untuk merebut massa yang merayakan valentine sehingga beralih merayakan hari hijab nasional.
Oh ya, terima kasih atas hijab yang dibagikan secara gratis, saya suka. Semoga tahun depan ada pembagian gamis, mukena, kopyah, sarung, dan lain-lain.
*Penulis mahasiswa Ekonomi Syari’ah, FEBI UIN Sunan Kalijaga.