DI BALIK LAKON
Aku berkiblat pada lautan biru
Sebiru mata kerdil rakyat kecil
Yang mengajarkan arti dalamnya pengorbanan
Ketulusan
Dari setetes harap penghidupan
Kadang aku menerka
Akankah gedebur ombak kian terjal
Buih yang senantiasa dalam perwujudannya
Menghantam karang bertuan itu
Keras
Semakin keras
Dan hilang ditelan tangan-tangan karam
Oh, tuan
Tentu. Tapi bukan tuan-tuan pengisap peluh itu
Yang seenak hati menghampar luka diatas punggung kakek tua
Karena tuanku, Tuhan
Dan tuan mereka.
Yogyakarta, 22 April 2016
ASA (MASIH) ADA
Malam itu…
“Fajar adalah waktu paling tepat mengubur jasad yang kaku nan berliku
Selagi kerikil-kerikil itu tak tampak
Cepatlah bergegas
Tunaikan, dan penuhi hasrat anak binimu,
Di sini, Aku akan memotong pagi
Lusa dan selamanya”
Hah, suara yang sama saat menjelang pagi
Ternyata masih sibuk berdeklamasi
Tak penting apakah masih dini hari
Dan terlelap mimpi
Atau hari telah lupa aku siapa
Entah Tuhan yang mengilhami
Aku tak tahu pasti
Namun yang pasti, suara menjelang pagi
Selalu saja mengurai mimpi
Dan menjadi rutinitas diri
Katanya lagi, “bangun, asa itu (masih) ada”.
Yogyakarta, 23 April 2016
TAK LAGI SAMA
Loteng-loteng putih
Berjingkrak menggagahi altar kumuh
Menindih mata penglihatan
Sesekali sabda ibu terngiang;
“Jangan terkejut kau, Nak
Senja kita tak lagi sama
Karena sama itu binasa
Dan yang binasa selalu kita”
Bias lalu terlampau sinau bertutur kemilau surga
Hingga anak cucu terdiam di atas kakinya
Tak satu pun tersandar dahan gugur di balik belikat
Yang memotret luka katub dunia
Batang putih kapuk telah menjulang menjajaki romansa dan prakira
Kini pijaknya telah hilang
Arah tak menentu
Di kerindangan tangan Tuhan.
Yogyakart, 23 April 2016
*Rodiyanto, lahir 13 Juni 1996 di Sumenep, Madura. Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bergiat sastra di Pojok Imajiner KeMPeD. Alumni PP. Aqidah Usymuni. Saat ini berdomisili di Yogyakarta.