Home - Rayuan Pulau Palsu Ungkap Dampak Kehidupan Nelayan Muara Angke

Rayuan Pulau Palsu Ungkap Dampak Kehidupan Nelayan Muara Angke

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com, Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Yogyakarta bekerjasama dengan Laboratorium Sosial dan Komunikasi STPMD APMD menggelar Pemutaran Film dan Diskusi Rayuan Pulau Palsu. Film karya WatchDoc tersebut diputar di ruang Multimedia (A13), Sabtu (28/05). Film berdurasi 60 menit ini menggambarkan testimoni-testimoni dari nelayan tentang kehidupan mereka sejak sebelum adanya proyek reklamasi sampai proyek reklamasi berjalan.

Ilyas salah satu nelayan di Muara Angke yang sudah menjadi nelayan sejak tahun 1965 menyampaikan banyak keluhan. Pendapatannya menurun drastis sejak ada proyek reklamasi di dekat Muara Angke. Lokasi pencarian ikan kini makin sedikit yang tentunya berdampak pada jumlah ikan tangkapannya. Ilyas mengungkapkan sebelum ada proyek reklamasi ia bisa mendapatkan 20 kg ikan/hari, namun kini ia kadang hanya mendapatkan 2 kg/hari.

Selain menurunnya jumlah tangkapan, dampak lain yang  merugikan nelayan adalah limbah. Kondisi air berwarna coklat dan ikan banyak yang sudah mati saat ditangkap. Meskipun tidak semua ikan tangkapan dalam keadaan mati, namun ikan yang ditangkap dalam keadaan hidup akan lebih cepat mati dan membusuk.

Dengan adanya reklamasi lokasinya untuk mencari ikan semakin jauh dan berdampak pada meningkatnya kebutuhan bahan bakar. Meningkatnya kebutuhan bahan bakar berbanding terbalik dengan pendapatannya yang justru menurun drastis. Reklamasi ini nantinya akan menjadi teluk berbentuk garuda dengan 17 pulau. “Saya tidak setuju dengan pembangunan proyek garuda, saya akan mencari data dari sisi risikonya untuk menolak,” kata Randy Hernando selaku produser film.

Randy menambahkan selama ini sisi dampak pada kehidupan nelayan kecil kurang dilihat, berapa jumlah kerugian nelayan dari menurunnya tangkapan dan naiknya kebutuhan bahan bakar karena lokasi pencarian ikan mereka dijadikan teluk dan harus mencari lebih jauh. Berapa jumlah kerugian nelayan jika dikalkulasikan. “Dengan berkurangnya pendapatan nelayan, sama saja dengan mengusir nelayan,” ujar Randy.

Tak hanya Randy, Eko Teguh Paripurno sebagai pengisi diskusi juga menyampaikan keberadaan proyek Garuda yang akan dibangun oleh pemerintah kurang memperhatikan keberadaan nelayan di sekitarnya.

“Pemerintah harusnya berpikir bagaimana kita memuliakan nelayan. Bukan untuk kepentingan proyeknya. Lha wong kita ini negara Re-publik. Namanya Re kan yo kembali, jadi kita ya kembalinya ke publik, ke masyarakat. Bukan ke kepentingan korporasi,” ungkap Eko.

Eko menyampaikan maksud adanya film “Rayuan Pulau Palsu” adalah untuk kepentingan advokasi. Sebab, ia merasa reklamasi yang ada di teluk Jakarta tersebut merupakan wujud perebutan sumber daya akan aset antara pengembang dan nelayan.

Di akhir diskusi, Eko Teguh Paripurno yang kerap disapa Kang Ete menegaskan jika reklamasi tetap dilakukan, maka pulau akan diboikot.

Reporter: Anisatul Umah dan Anis Nadhiroh

Redaktur: Isma Swastiningrum