Home BERITA Agama Perlu Dibaca Secara Material-Historis

Agama Perlu Dibaca Secara Material-Historis

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com, Klub Diskusi Admininstrai Publik UGM mengadakan diskusi umum bertema “Agama dan Teologi Pembebasan” di Pojok Lobby Gedung Fisipol Unit Dua UGM, Selasa (7/6/2016). Menghadirkan dua pembicara, Roy Murtadho selaku redaktur Islam Bergerak dan J. B. Banawiratma selaku Guru Besar Universitas Kristen Duta Wacana.

Sebagai dikursus, teologi pembebasan bukan hal yang baru, dari tahun 70-an intelektual Islam Indonesia sudah akrab dengan ajaran yang dibawa oleh uskup Peru, Gustavo Gutierrez ini. Hingga di tahun 90-an muncul buku berjudul Teologi Pembebasan.

Roy menjelaskan bahwa pada hakikatnya agama adalah membebaskan. Jika agama tidak membebaskan bukan agama. Secara historis-sosiologis agama lahir dari rakyat, tidak ada satu pun agama yang lahir dari istana. “Banyak kemiskinan dan kemalagan hidup. Agama lahir dari rakyat,” kata Roy.

Meskipun demikian diskursus agama di Indonesia bersifat ahistoris. Di Indonesia ada dua golongan besar yang berperan dalam perkembangan agama: pertama intelektual, kedua rohaniawan yang sebagian besar dua golongan ini berjarak dengan rakyat dan memunggungi massa. Diskursusnya masih belum benar-benar berpijak pada yang dihadapi umat. “Saya rasa membaca agama secara material historis belum ada. Kalau pun ada belum kontekstual,” ucap Roy.

Kontekstual di sini berarti banyak kegiatan sekarang membuat kegiatan yang tak ada hubungannya dengan kemampuan umat. Misal, DAI di TV lebih tampil sebagai lelucon daripada pemberi solusi umat. Sedikitnya tindakan material seperti ada gerakan membangun masjid/gereja untuk kaum papa.

Teologi pembebasan yang identik dengan gerakan kiri pun sekarang hanya sebatas nongkrong, Emansipasi hanya berlaku untuk teman sendiri. Gerakan kiri bagi Roy harusnya kembali ke basis rakyat. “Gerakan sekarang pilih isu. Aktivis kita sekarang punya isu-isu sendiri. Tidak sesuai dengan basis material yang dihadapi,” ucap Roy.

Bagi Banawiratma pembebasan dan melawan tidak identik dengan kekerasan. Banaritwa menawarkan konsep agenda politik minimalis. Di mana jangan memikirkan kebaikan dulu, lihat akibatnya dulu. “Agama itu mistik dan politik, dan sekarang agama lepas dari keduanya dan menjadi aturan-aturan,” kata Banawiratma.

Reporter dan Redaktur: Isma Swastiningrum