Lpmarena.com, Saat ini budaya yang menjadi kebiasaan masyarakat Yogyakarta mulai luntur oleh gerusan zaman. Sebab itu budaya yang luntur tersebut kembali dicari, dipelajari, dan dilestarikan. Hal ini yang mendasari diselenggarakannya Festival Taman Sari yang bertajuk “Kearifan Budaya” oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Festival Taman Sari diselenggarakan Rabu, 15 Juni 2016 bertempat di Desa Wonokerto, Turi, Sleman. Acara ini adalah salah satu kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka nguri-uri kabudayaan masyarakat Yogyakarta.
Umar Priyono, selaku kepala Dinas Kebudayaan DIY menjelaskan kegiatan ini diharapkan mempunyai manfaat bagi masyarakat, agar dapat mengenali kembali budaya yang ada dalam masyarakat.
Festival yang bertepatan dengan bulan ramadhan ini mendatangkan pembicara Emha Ainun Najib atau yang akrab disapa Cak Nun. Ia membahas tentang keselarasan budaya masyarakat dengan kewajiban puasa di bulan ramadhan.
Cak Nun menjelaskan puasa ramadhan adalah latihan kembali untuk menyadari bahwa dalam hidup harus bisa menahan diri, kapanpun dan dimanapun. “Seperti sabda nabi SAW, shoumu romadhon madrosatun, puasa ramadhan itu dijadikan sekolah untuk melatih kembali kesadaran untuk menahan diri dalam sebulan penuh,” katanya.
Puasa yang dimaknai oleh orang Jawa dengan istilah ngempet atau menahan diri, Cak Nun menjelaskan hakikat orang yang berpuasa adalah orang yang mampu melakukan sesuatu yang tidak disukai, dan tidak melakukan hal-hal yang disukai karena dasar kebaikan dan kepantasan. “Hal terkecil dari menahan diri contohnya kalau di jalan ada lampu merah, kita harus menahan diri,” jelasnya.
Contoh lain seperti saat waktu imsak. Imsak adalah ajakan untuk menahan diri bukan pertanda untuk batas sahur. “Imsak itu ajakan supaya orang bisa mengendalikan dan menahan diri bukan pertanda,” tambah Cak Nun.
Reporter: Ilham Habibi
Redaktur: Isma Swastiningrum