SAJAK PEREMPUAN YANG MELAWAN
I
Baris manusia berdarah dingin
Menghimpun geliat massa
Aku tersentak
Sesaat angin berduyun menghempas bumi
Meneriakkan
:Ayo lawan, kawan
Nasib adalah perkara tangan
Mengepal atau terkulai
Melawan atau terhentinya perjuangan
Merdeka atau tertunduk diatas kaki sendiri,
Dan atas nama perjuangan
Tuhan siapa yang tidak bangga
Pada hamba berkuas itu
Begitu perempuanku melawan
II
Serak nafas terlilit mentari
Bergumul dan bergemuruh
Datar ia melangkah
Binar mata yang nanar keputihan
Bersiaga, pasrah
Seolah hari ini ia diarak menuju tiang gantungan
Tempat pemberhalaan manusia oleh manusia lainnya
Penghambaan atas sesuap yang menguap
Menimbun tulang-tulang sisa
Dan itulah perempuanku
Perempuanku yang malang
Kudapati memungut harap
Pada dunia yang tak berpihak kecuali bila dipaksa
III
Pantas saja jangkrik senantiasa menghuni malam
Bila siang mempertontonkan adegan kelam
Sebuah tragedi tangis
Meringis
Mengiris
Hewan lain menjawab;
“Itu cerita
Romansa negatif dari sampah peradaban”
IV
Kuabadikan fatwamu di rahim Jibril
Agar kembali melantun diantara gadis-gadis seusiamu
Melengking suara perlawanan
Gemuruh pembebasan
Catatan fatwa merintis jalan
Trotoar-trotoar merah.
Yogyakarta, Mei 2016
SAJAK NEGERIKU DAN NEGERINYA
Cerita negeriku malam nanti
Tentang lakon sandiwara
Berlari mengejar busur yang hilang
Semenjak manusia lupa pada tuhannya
Tertinggalkan
Sesembahan luka di sela metamorfosa
Aku menepi di Telaga Gangga
Tepat ketika detik berhenti menggantikan menit
Menit menanggalkan jam
Sebuah pergulatan tak berarti dari penciptaan waktu
Bagi yang kecil dan terkucilkan
Di negerinya
Di sini
Sebisaku meratapi tinta yang tak lagi mengalir
Mengisahkan anak tuan-tuan
Di dermaga bersama sahabat tani
Sebuah pemandangan baru di negeri yang belia
Haha!
barangkali imajinasiku terlalu tinggi
Memimpikan itu terjadi di negeriku
Nyata
Yogyakarta, Mei 2016
SAJAK KAMI TIDAK TIDUR
Nyinyir seketika
Aroma kembang tujuh rupa
Tumpah menyemerbak ruah
Di atas timbunan tanah
Kumbang-kumbang tuhan
Seikhlas hati berucap;
“Wahai jiwa yang tenang
Kembalilah pada tuhanmu dalam damai
Ikhlaskanlah bila dunia menghidupimu dengan aniaya
Relakanlah bulu roma yang gugur
Menanggung pedihnya hidup yang tak pernah berpihak”
Menggeregap aku bersama detik
Mendengar lantunan doa mengutuk diri
Dari kumbang-kumbang kecil
Bermata merah bertubuh dekil
Semau sendiri mulut berucap
: amin.
Yogyakarta, Mei 2016
Rodiyanto, alumni PP. Aqidah Usymuni, Terate, Pandian, Sumenep, Madura. Tercatat sebagai mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga yang sehari-harinya berkutat dengan pasal-pasal sajak dan kopi. Aktif di Pojok Imajiner Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi (KMPD) Yogyakarta.