Home - Perempuan Pemerjuang Perdamaian

Perempuan Pemerjuang Perdamaian

by lpm_arena

Lpmarena.com, Bermula dari sebuah instruksi  yang dilontarkan oleh Firaun untuk membunuh semua bayi laki-laki yang lahir pada masa itu.  Lalu, semua masyarakat Mesir pun tunduk kepada Firaun yang telah melegitimasi dirinya sebagai Tuhan. Hingga datanglah resistensi dari  dua tokoh perempuan bernama Yokhebed (ibu Musa) dan Aisyah binti Muzahim (istri Firaun). Sejarah telah mencatat dua perempuan tersebut sebagai figur perempuan yang berani melawan kemapananan,  pemberontak,  serta pendorong perubahan sosial.

Sejarah tentang cerita masa kecil nabi Musa ini menjadi pembuka sebuah diskusi yang diadakan oleh Pusat Kajian Islam Asia Tenggara/ Institute of Southeast Asian Islam (ISAIs). Tema diskusi yang dilaksanakan di Gedung Rektorat Lama lantai II UIN Sunan Kalijaga pada Senin (18/6) adalah “Perempuan dan Perdamaian”.

“Jika kita menengok sejarah, tradisi perempuan yang melawan itu ada banyak sekali, lalu ketika perlawanan tersebut kita kontekskan ke masa sekarang, maka perlawanan seperti apakah yang relevan?” ucap Fina (23 th), salah satu peserta diskusi.

Lilik (36) peserta lainnya menanggapi saat ini terjadi sebuah tragedi bagi perempuan, ia menyebutnya sebagai fenomena kolonialisasi terhadap perempuan. “Narasi-narasi hidup yang membentuk perempuan sekarang seperti citra media, konstruk sosial juga agama itulah yang membuat perempuan terbelenggu, sehingga menjadi penting, perempuan untuk memerdekakan diri dari tafsir-tafsir media, konstruk sosial, dan agama,” terangnya.

Lebih lanjut peserta diskusi bersepakat gagasan terkait perjuangan perempuan untuk perdamaian dimulai dengan membentuk kesadaran individu. Perempuan dibawa ke ranah yang lebih luas lagi yaitu ke  forum diskusi kritis yang  menyepora.

Diskusi yang berlangsung selama 120 menit ini  ditutup dengan pernyataan David, suami Shira Milgrom, Shira merupakan rabi dari organisasi Reformasi Yahudi di New York yang hadir pula dalam diskusi ini. David menyatakan perempuan tidak menerima apa adanya. “Melainkan ikut memperbaiki kondisi dunia. Memperbaiki kondisi adalah membangun dunia dengan kasih sayang, itulah perdamaian,” paparnya.

Reporter: Afin Nur Fariha

Redaktur: Isma Swastiningrum