PUKUL SATU
Tidurlah, Ayu
Sebelum tepi malam nusantara ini patah
Dan tidak lagi ada orang bernyanyi, bang bang wis rahino…
Lalu waktu lah yang paling letih
Betapa sejarah terlalu berisi apa saja
Katamu: kenapa Kakang? Jika dirimu sudah lelah merupa angin
Marilah merupa batu
Januari, 2016
PEMBACA
Ada hujan yang tak boleh usai, sampai benar malam menyerah
Kepadamu, cerita yang tak henti meruwatnya
Kepada pudar, kefanaan yang mengandungnya
Ikat rambutmu jika takut dirampas hanyut
Takkan lepas oleh amuk massa
Atau gelora birahi sang fasis
Tapi diriku cuma pembaca
Mengumpulkan musim dari tiap kepala
Yang diburu ditinggalkan
Yang dibunuh dicangkokkan
Kadang kutemu: cela nyata adalah kata
Jan-Feb, 2016
TELEVISI
Kuketuk pintu
Rembulan berpulang
Kututup jendela
Di rumah maling juga membaca puisi, minum kopi
Kompor kuledakkan Bumi, ibumu, mengerang nikmat diperkosa
Limbah menjadi tanaman hias
Kunyalakan tivi
Negeriku baik-baik saja
Apa wartawan tidak lagi memburu dosa?
Jan/Feb, 2016
TERGESA
Akulah lusa
Kudahului fana
Dan hari ini
Cipta manusia kini
Benarkah menyenangkan?
April, 2015
ILHAM
Ā
Wahai wewangian yang dibebaskan pada pagi yang murni
Menjadi setapak pengertian
Sulit dipijak
Desember, 2014
Syakirun Niam, mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga.