Lpmarena.com, “Tolak Kekerasan Rawat Kebebasan” begitu tagline yang dipakai Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dalam memperingati 20 tahun kasus kematian wartawan Udin, Selasa (16/08). Menurut Anang Zakaria ketua AJI Yogyakarta, tagline tersebut sengaja dipakai dalam menyikapi beberapa kasus kekerasan yang terjadi di Yogyakarta belum lama ini. Seperti kasus mahasiswa Papua, juga beberapa kasus pembredelan yang terjadi pada pers mahasiswa.
Menanggapi beberapa kasus pembredelan yang dilakukan pihak birokasi kampus terhadap persma, Anang berpendapat bahwa sebenarnya kampus merupakan ruang yang paling demokratis. Ada akademisi orang yang seharusnya bisa berpikir lebih jernih dalam melihat persoalan yang terjadi. Namun kenyataannya di kampus sendiri persoalan yang terjadi juga tidak selesai-selesai.“Kampusnya saja nggak sehat, apalagi di luar kampus.”
Pembredelan yang dilakukan kampus terhadap pers mahasiswa, berawal dari beberapa akademisi atau pejabat di kampus yang menilai pemberitaan menyudutkan atau memojokan pihak birokrasi kampus. Dianggap mencemarkan nama baik dan membuat fitnah. “Seharusnya orang-orang akademisi kampus yang mengklaim dirinya pintar itu tahu bagaimana mekanisme ketika mereka tidak mendapatkan tempat pada sebuah pemberitaan. Ada undang-undang pers, mereka bisa gunakan hak jawab, gunakan hak koreksi,” sambung Anang.
Eni, mahasiswa yang turut hadir, berpendapat bahwa pers di Indonesia belum mencapai kebebasannya. Pembredelan pers mahasiswa adalah bentuk konkrit pelanggaran dari konstitusi negara yang menyatakan sebagai negara yang menganut asas demokrasi. “Kebebasan pers adalah bentuk negara yang demokratis.”
Peringatan 20 tahun kasus Udin juga diisi dengan panggung seni budaya yang diisi oleh sastrawan Joko Pinurbo, KH Imam Aziz dari PBNU, juga beberapa musisi seperti Ikhsan Skuter, Sisir Tanah feat Sinta Ridwan, Agoni, Ade Tanesia, Nyonyor Numpang Tenar, KePal, dan John Tobing, pencipta lagu Darah Juang.
Reporter: Wulan Pamungkas
Redaktur: Lugas Subarkah