Lpmarena.com, Beredarnya Surat Edaran DEMA Nomor: 04.02.A-1 DEMA.UIN.VIII.2016 menimbulkan pro kontra di organisasi ekstra UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ini disebabkan beredarnya surat tersebut tidak melalui mekanisme yang jelas kepada organisasi ekstra. Sebagaimana Vandi katakan kepada ARENA selaku Korkom HMI DIPO.
Vandi mempertanyakan posisi DEMA sebagai lembaga intra, serta fungsi secara hukum kepada organisasi ekstra sesuai dengan buku aturan organisasi kampus. “Yang jelas intra tidak ada urusan instruktif kepada ekstra,” ungkap Vandi.
Di saat ARENA menemui Arta Wijaya selaku presiden mahasiswa di kantor DEMA mengungkapkan desas desus terkait beberapa isu mengenahi surat peredaran tersebut jangan disalahartikan terlebih dahulu. Tujuan dari diadakannya surat edaran tersebut untuk mengantisipasi gerakan Islam radikal dan anggota ISIS. “Seperti yang terjadi di Bengkulu,“ ujar Arta, Rabu (24/08).
Argumentasi tersebut juga diperkuat oleh Imron, ketua Komisariat PMII, jika keputusan DEMA sudah melalui jalur kesepakatan dengan gerakan, di antaranya HMI saat Bimbingan Tes (Bimtes) mahasiswa baru.
Terkait persoalan pembatasan tanggal yang ditetapkan kepada organ ekstra, Arta menyebutkan bahwa ada perpanjangan kontrak. “Asalkan setiap gerakan jelas dasar ideologinya,” ungkapnya. Sedangkan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Hibban menambahkan bahwa pada intinya dasar ideologi gerakan tidak melawan negara.
Adapun ketetapan AD/ART yang di poin pertama yang menjadi syarat dari Kemendagri, bagi ketua senat mahasiswa UIN Suka Viky A. tidak menjadi masalah. Alasannya sama dengan DEMA, yaitu menangkal gerakan organisasi gerakan radikal.
Selebihnya, bagi Viky tidak ada perampasan hak-hak macam pelarangan berserikat, berkumpul, atau mengeluarkan pendapat. Sebab setelah mendaftar, bisa dipersilakan buka stand. “Ya, semacam ngisi daftar tamulah,” ungkapnya.
Sedangkan Maksum Yusron selaku ketua Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi (KeMPeD) mengurungkan niatnya untuk buka stand, karena ragu dengan persyaratan pertama. Baginya ideologi gerakan seperti AD/ART tidak boleh diketahui oleh pihak manapun apalagi dikontrol oleh pihak kampus. “Itu sama artinya dengan mendikte organisasi ekstra,” ucap Yusron.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Romi selaku ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAM). Dema tidak punyak kewewenang jika semisal gerakan tidak menyetorkan AD/ART. Sedangkan Nashi dari KAMMI tidak merasa mendapatkan surat edaran tersebut. Sehingga sebelum ada kejelasan dan sosialisasi dari Dema dengan formal tidak akan mengajukan AD/ART dan struktur.
Reporter: M. Faksi Fahlevi
Redaktur: Isma Swastiningrum