Home BERITA Soehadha: Bagaimana Jika Kebudayaan Dipentaskan?

Soehadha: Bagaimana Jika Kebudayaan Dipentaskan?

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com, Melihat konteks saat ini, pemerintah membuat berbagai program untuk melestarikan kebudayaan lokal di pentas dunia. Salah satunya Word Cultural Forum, sebuah event kebudayaan berskala internasional yang akan berlangsung di bulan Oktober ini. Namun yang menjadi pertanyaan: bagaimana jika kebudayaan dipentaskan?

Pertanyaan tersebut dimunculkan oleh Mohammad Soehadha, dosen antropologi UIN Sunan Kalijaga, dalam Seminar Kebudayaan bertema “Memperkuat Peran Pemerintah Daerah dalam Mendorong Kemajuan Budaya dan Kesenian Lokal di Pentas Dunia”. Seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Gema Insan Nurani (YAGIN) bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri yang bertempat di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (12/10).

Soehadha mengatakan bahwa antropolog kontemporer lebih suka mempertegas wilayah kebudayaan pada kognisi, yaitu hakekat kebudayaan. Jika digambarkan dalam bentuk segitiga, kognisi ada di atas, lalu di bawah ada aktifitas dan artefak. “Sehingga kebudayaan itu apa yang terkait dengan sistem gagasan dan aktifitas manusia,” ujarnya.

Menurut Soehadha, budaya dapat berubah karena tumor budaya. Dimana nilai-nilai asli budaya yang sudah tertanam dapat berubah. Bisa disebut budaya semu karena tidak ada di sistem gagasan dan tidak ada ideologi.

Selain itu, menurutnya, karena gegar budaya. Misal, karena globalisasi, kapitalisasi menyebabkan seni dijadikan komoditi atau barang dagang. Sakralitas seni akan hilang karena ketika menjadi komoditi sebuah pertunjukan seni bisa dipentaskan setiap saat, asal membayar biaya pertunjukan. “Itu bahayanya jika kebudayaan itu dipentaskan,” tambahnya.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh pembicara Muhammad Abdul Aziz Ketua koordinator SDM Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (HMPI), mengenai eksistensi kebudayaan di era globalisasi.

Menurutnya ada tiga situasi yang dihadapi, yaitu situasi patologi, situasi hilangnya budaya lokal, dan situasi kuatnya kapitalisme. “Ketiga situasi tersebut sangat berhubungan dan mempengaruhi perubahan kebudayaan,” ujar Abdul Aziz.

Soehadha mengatakan bahwa kebudayaan akan bagus jika mengenal prinsip kesatuan, rasionalisme, dan toleransi. Menurutnya, ekspresi kebudayaan dapat bermacam-macam, namun sistem gagasannya harus sama dan sebaiknya hanya menerima kebudayaan yang dapat diterima akal. Sehingga peran pemerintah daerah saat ini sangat diperlukan untuk memajukan seni. “Boleh dipentaskan asal tidak terlepas dari sistem gagasan,” imbuhnya.

Reporter: Alifah Amalia

Redaktur: Isma Swastiningrum