Lpmarena.com, Spirit memanusiakan manusia harus dihidupkan kembali pada masa kini. Hal tersebut diungkapkan Adib Bisri Hattani tokoh Nahdlatul Ulama dalam Dialog Kebudayaan “Menghidupkan Spirit Sunan Kalijaga dalam Intelektualitas Mahasiswa” di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sabtu (15/10).
Ia mempertanyakan bagaimana jika proses kemanusiaan manusia itu ditinggalkan oleh sekelompok orang pada waktu tertentu. Maka, seseorang menjadi tidak manusia lagi. “Kemudian ukuran ketidakkemanusiaannya itu apa?” kata Adib yang juga merupakan adik kandung dari Cendekiawan Muslim Achmad Mustofa Bisri (Gus Mus).
Menurut Adib, cara memanusiakan manusia dengan menggeser paradigma keilmuan, yang juga berarti menambah paradigma keilmuan. “Maka menurut saya UIN Sunan Kalijaga itu harus mengembangkan pengetahuan yang berbasis manusia. Basisnya manusia, bukan alat di luar manusia,” ujar Adib.
Pernyataan Adib juga diperkuat oleh pembicara lain Kamaruzzaman Bustamam-ahmad, selaku dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh. “Yang dipetakan oleh Pak Adib adalah piramida kesadaran,” pungkas Kamaruzzaman.
Terdapat delapan level pada piramida kesadaran. Level pertama ialah human as human (manusia sebagai binatang), kedua human as animal with reason (ada akal), ketiga reason and belief (akal dan keyakinan), keempat percaya pada pencipta, kelima akhlak, keenam menjadi manusia, ketujuh manusia yang mampu memanusiakan manusia, dan kedelapan manusia sempurna.
Menurut Kamaruzzaman tradisi yang ada pada masyarakat seperti tradisi Sunan Kalijaga, muncul pada level ketiga. Terdapat akal dan keyakinan, lalu mencoba mendefinisikan apa yang dipercayai. “Itulah kemudian nanti dia mengambil simbol-simbol. Bagaimana dia memahami spirit di sekitarnya,” jelasnya.
Ia menambahkan, spirit muncul manusia yang memanusiakan manusia berada pada level enam, tujuh, dan delapan. Selain itu, spirit Sunan Kalijaga, spirit intelektualitas, nalar, kondisi keilmuan, filosofi paradigma, juga harus diturunkan menjadi satu nafas. “Kita harus memasukkannya dalam satu badan dan terinternalisasi,” ujarnya.
Reporter: Alifah Amalia
Redaktur: Isma Swastiningrum