Lpmarena.com, Beraneka macam instalasi seni sore itu memenuhi halaman Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Karya intaslasi dan lukisan dibuat dari beragam media, dari batok-batok kelapa, tong, kaleng roti, ban bekas, alat elektronik tak terpakai, hingga sampah-sampah plastik. Judul-judulnya pun tak kalah aneka, dari Merkusuar Bahasa, Animal Last Week, Empty Gift, Sabda Cora, dan lain-lain. Beragam bentuk dan kreativitas tersebut dipersembahkan oleh 580 seniman beragam generasi dalam pameran Nandur Srawung #3.
Ketua Dinas Kebudayaan Yogyakarta Umar Priyono merasa sore itu memang nuansa TBY seperti mendapat pencerahan dan suasana baru. Sesuai tema Nandur Srawung yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘menanam pergaulan’, Umar dalam pembukaan pameran mengungkapkan para seniman dan masyarakat bisa sayeg rukun, saling srawung antar sesama.
Umar juga mengajak masyarakat memanfaatkan Nandur Srawung sebagai sarana belajar. Dari 580 peserta , Umar mencontohkan yang ikut ada yang dari difabel. Terdapat pula satu peserta yang usianya 80 tahun bernama Bu Min, yang menasehati Umar, “Pak Umar kalau mau sehat, melukislah.”
Bagi Umar dengan memanfaatkan potensi perupa yang ada di Yogyakarta, event seperti ini tak hanya memiliki efek ekonomi, tapi juga memberikan efek secara personal. “Berkesenian memberi efek kesehatan pada kita,” ujarnya, Minggu (16/10).
Pameran ini bisa ditengok oleh masyarakat luas dari tanggal 16-23 Oktober 2016. Diah Tutuko Suryandaru, kepala Taman Budaya Yogyakarta mengajak masyarakat untuk berpartisipasi melakukan apresiasi. Ia berharap pameran ini tak hanya ramai di pembukaan saja, tetapi juga di hari-hari biasa setelah pembukaan. “Kita mengangkat tema anak bangsa. Harapannya pengunjung antusias dalam pameran ini. Baik generasi muda atau generasi yang sudah berpengalaman dalam seni rupa,” ucapnya.
Reporter dan Redaktur: Isma Swastiningrum