Oleh: Ibnu Arsib Ritonga*
Penangkapan mahasiswa asal Indonesia, HLS, yang kuliah di Turki menjadi kabar berita yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia, khususnya kalangan Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia. Penangkapan HLS oleh polisi Gaziantep yang diduga bergabung dengan kelompok Hizmet (kelompok yang dilarang oleh presiden Turki) dihubung-hubungkan dengan gerakan radikalisme oleh kaum muda di Indonesia.
Apakah yang sebenarnya yang disebut radikalisme itu? Situs wikipedia/eksiklopedia menyebutkan bahwa: radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Jika kita artikan secara bahasa, radikal berasal dari bahasa lain seperti radix, kalau kita artikan berarti keakar-akarnya atau mendasar. Istilah inipun sering dipakai dalam kajian filsafat. Di mana dikatakan salah satu sifat filsafat atau dapat dikatakan berfilsafat harus bersifat radikal. Radikalisme ini juga sering dihubungkan dengan sudut pandang keagamaan, bahkan sering diduga bahwa kefanatikan terhadap agama menjadi penyebabnya. Tidak jarang agama, seperti orang Islam dituduh sebagai kelompok gerakan radikalisme (teroris) yang melakukan tindakan kriminalitas yang merugikan negara dan manusia. Banyak pendapat berdalih karena kefanatikan dan ajaran agama yang salah.
Perlu kita ketahui bahwa pengertian radikalisme di atas itu tidak selamanya benar dan tidak selamanya dapat kita aminkan kebenarannya. Terkadang ada kepentingan seseorang atau kelompok dalam memberikan apa pengertian radikalisme. Radikalisme dapat juga berarti positif dan dapat berarti negatif. Kita tentunya sepakat bahwa radikalisme itu ada pada pikiran atau mindset seseorang. Apabila dia positif, maka baiklah yang dilakukannya. Dan jikalau apabila mindset itu negatif, maka buruklah yang akan dilakukannya.
Radikalisme itu sebaiknya kita sepakati sebagai cara berpikir yang sampai keakar-akarnya atau sampai kedasar-dasarnya sehingga kebenaran itu ditemukan. Aksi yang dilakukan bagian dari pada aplikasi cara berpikirnya. Sepertinya radikalisme tidak cocok dimasukkan dalam konsep ataupun pola gerakan. Akan tetapi ini sudah menjadi pendapat yang diterima umum bahwa radikalisme adalah merupakan suatu gerakan. Radikalisme pun dapat kita bagi menjadi dua, yaitu radikalisme yang baik dan membangun dan radikalisme buruk yang menghancurkan.
Gerakan radikalisme saat ini, lebih banyak ditujukan kepada kaum muda di Indonesia. Pendapat ini perlu dikaji ulang. Gerakan radikalisme yang baik atau pun gerakan radikalisme yang buruk perlu diteliti siapa-siapa dalang utamanya dan bagaimana pengawasan negara terhadap gerakan radikalisme tersebut. Terjadi kesalahan pendapat, ada yang mengatakan radikalisme terjadi karena adanya panatisme agama, lebih singkatnya dihubungkan dengan agama. Sehingga, sebagian orang yang beragama sendiri bias dengan agama. Sampai-sampai mengkhawatirkan yang memakai hijab panjang dan yang memakai cadar diakatakan kostum terorisme, dan bagi yang laki-laki yang berjenggot tebal sering diklaim para kelompok radikalisme
Faktor munculnya radikalisme
Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2011 mengatakan, anak muda Indonesia makin mengalami radikalisasi dan makin tidak toleran, sementara perguruan tinggi banyak dikuasai kelompok garis keras. Lebih lanjut dikatakan Anas Saidi (Peneliti dari LIPI), paham radikalisasi muncul karena proses Islamisasi dikalangan anak muda berlangsung tertutup dan cenderung tidak terbuka pada pandangan Islam lainnya. (Kompas,15/06/2016)
Pendapat dari LIPI dan Anas ini perlu dikaji lagi secara kritis. Menurut penulis, pendapat Anas Saidi sedikit keliru. Saidi menjadikan agama sebagai faktor munculnya paham radikalisme, dapat kita katakan itu kurang tepat. Harus betul-betul dikaji sebenarnya kenapa gerakan dari suatu kelompok muncul. Tentunya ada penyebab utama di dalamnya. Gerakan radikal ini sebenarnya adalah bentuk gerakan antipati terhadap sesuatu hal yang terjadi di suatu negara. Gerakan radikalisme yang dimaksud lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan hukum, politik, ekonomi, sosial, dan keadaan-keadaan yang tidak sesuai dengan harapan rakyat Indonesia, yang notabenenya masih lebih banyak masyarakat menengah ke bawah dari pada menengah ke atas.
Banyak pendapat yang bersifat apologi dari para tokoh dan pejabat negara tentang munculnya gerakan radikalisme. Saidi mengatakan gerakan radikalisme tidak toleran, akan tetapi kita katakan,  lebih banyak lagi pejabat negara yang lebih tidak toleran kepada rakyat susah. Menurut penulis, keadaan hukum yang pincang, korupsi merajalela, keadaan ekonomi yang pro kepada kapitalis, pendidikan yang lebih banyak dienyam orang kaya dan keadaan sosial lainnya menjadi faktor utama adanya gerakan radikalisme.
Negara bukan milik pribadi dan bukan juga milik kelompok. Tapi, negara milik semua dan untuk semua. Seperti itulah kira-kira ungkapan Ir. Soekarno yang lebih akrab disapa dengan Bung Karno, kiranya kita dapat mengambil nilai filosofis yang dikatakn Bung Karno tersebut.
Sebagai solusi meredam gerakan ini adalah negara harus berbenah. Negara harus lebih mementingkan kepentingan rakyat. Tidak ada lagi yang merasa dikecewakan sehingga tidak menimbulkan konflik. Rasa kekecewaan pada pejabat negara yang korup adalah salah satu faktor di samping faktor-faktor lainnya. Rasa persatuan dalam amanah Undang-Undang Dasar 1945 dan amanah Pancasila harus betul-betul diaplikasikan oleh negara, bukan hanya pengindah retorika dalam pidato dan pertemuan. Bukan juga retorika penghias dalam rapat-rapat ataupun tulisan-tulisan pejabat negara.
Tindakan yang salah apabila ada pengekangan atau pembatasan paham pada diri seseorang. Paham yang dianut pada diri seseorang tergantung pada pola pikirnya. Tidak boleh ada pembatasan dari siapapun, karena pemahaman yang dianut adalah kemerdekaan berpikir. Gerakan radikalisme tidak akan muncul jika tidak tidak ada kekecewaan terhadap kondisi keadaan di dalam masyarakat. Sekali lagi faktor keadaan politik yang tidak stabil dan juga faktor lainnya menjadi gerakan-gerakan dari kelompok manapun akan menuntut karena tidak ada kesesuaian. Janganlah kaum muda yang selalu diklaim penggerak radikalisme, baiknya kita lihat faktor-faktornya dan siapa dalang utamanya.[]
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan dan Pengelola Good Cadre Group.