Lpmarena.com, Rencana pembangunan bandar udara internasional di Desa Sukamulya, Majalengka, Jawa Barat dianggap tidak memihak rakyat. Pasalnya pengusuran lahan dilakukan secara paksa, tidak ada kesepakatan antara warga dan pemerintah mengenai lahan yang akan digusur. Lebih parah lagi pemerintah mengerahkan 1200 angkatan militer baik polisi, TNI, atau yang lainnya untuk mengamankan jalannya pengusuran dan tindakan provokasi yang dilakukan warga.
Merespon kasus yang terjadi di Sukamulya tersebut, pergerakan mahasiswa Yogyakarta yang terdiri dari KAPMI DIY, PUSAT, GMNI, PPRI, KOPRA, PMII Rayon Pembebasan, LPM ARENA, LPM Ekspresi, HMI MPO, FIT, LIBERTAS yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Perjuangan Agraria untuk Sukamulya melakukan aksi turun ke jalan. Aliansi menuntut hak rakyat yang tertindas oleh para birokrat yang melakukan semena-mena terhadap kebijakan. Aksi digelar dari Parkir Abu Bakar Ali hingga Titik Nol KM Yogyakarta, Rabu (23/11).
Koordinator umum, Budi (23), menegaskan aksi ini dilakukan karena tindakan semena-mena pemerintah dalam pengusuran lahan yang dilakukan di Sukamulya, Kamis kemarin. Rakyat yang tidak bersenjata harus dihadapkan dengan militer sebanyak 1200 personil untuk mengamankan dan mengunakan gas air mata dalam melawan warga. Parahnya lagi pemerintah mengamankan enam orang warga dan tiga diantaranya dipenjara, padahal yang mereka lakukan untuk melindungi haknya sendiri. “Di sini sudah tidak ada lagi keadilan yang dilakukan pemerintah, makanya harus diadvokasi,” ujar Budi.
Massa aksi lewat orasi dan tuntutannya sepakat bahwa semakin hari kebijakan pemerintah semakin tidak memihak kepada rakyat. Terjadinya banyak pengusuran lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman rakyat yang dilakukan secara paksa tanpa hati nurani dengan dalih perbaikan insfratuktur supaya dapat bersaing dengan negara lain.
Ditambah lagi Rencana Pembangunan Langkah Menengah (RPJM) 2015-2019 pemerintahan Jokowi- JK, yang diantaranya adalah merencanakan pembangunan insfraktuktur besar-besaran; membangun 30 waduk baru; 33 PLTA; jalan baru sepanjang 2600 KM; jalan tol sepanjang 1000 KM; 15 bandar udara baru; 24 pelabuhan baru; jalur kereta api baru sepanjang 3200 KM; perluasan area perkebunan kelapa sawit untuk menunjang pengunaan 15 persen beufel pada setiap liter solar; 36 PLTU bertenaga batubara 20.000 MW sebagai bagian dari rencana pembangunan 35.000 MW; puluhan kawasan industri baru dan kawasan ekonomi khusus. Yang tentunya jalannya proyek itu membutuhkan banyak lahan dan banyak pertentangan.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut, berimbas pada tanah atau lahan pertanian milik warga. Seperti halnya yang terjadi di Kendeng – Rembang, terjadi di Kulonprogo – Yogyakarta, dan yang terakhir pengusuran terjadi di Desa Sukamulya untuk mendirikan bandar udara internasional.
Kondisi yang demikian diperparah dengan masuknya pemodal asing yang menguasai tanah, yang semakin mengancam kesejahteraan rakyat Indonesia. Undang-undang No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang membuat kebebasan investor asing untuk menguasai negara kita. Massa aksi berharap pemerintah untuk membatalkan pengusuran lahan yang terjadi di Sukamulya dan melakukan pencabutan UU No. 1Â tahun 1967 tersebut, yang jelas tidak memihak rakyat miskin.
Magang: Muhammad Abdul Qoni’ Akmaluddin
Redaktur: Isma Swastiningrum