Oleh: Ibnu Arsib Ritonga*
Tujuh puluh satu tahun sudah negeri Indonesia ini merdeka. Usia yang masih cukup muda jikalau dibandingkan dengan bangsa ini mengalami lamanya masa penjajahan. Dalam torehan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini (dahulunya disebut Hindia Belanda) dijajah oleh bangsa-bangsa Barat seperti Inggris, Portugis, Belanda dan dari bangsa Asia seperti Jepang. Belanda menjajah Indonesia ini selama tiga setengah abad. Sebelum kemerdekaan, setelah Belanda minggat dari Indonesia, Jepang yang menguasai Asia Timur Raya mampu mengusir Belanda dari Indonesia. Indonesia pun mendapat tekanan baru dari Nippon hingga berhasil merebut kemerdekaan sampai saat ini.
Walaupun sudah merdeka, bukan berarti tidak ada masalah. Negeri Indonesia ini terus mengalami tekanan dan terasa terjepit. Indonesia pernah terjepit oleh Inggris, Portugis, Belanda dan Jepang. Keempat negara tadi menekan atau menjepit secara sistem kolonialisme. Pada saat ini, setelah kemerdekaan. Indonesia juga masih terjepit secara imperialisme dari negeri-negeri lain.
Usia kemerdekaan Indonesia jikalau dibandingkan dengan usia seorang manusia itu sudahlah sangat tua. Presiden Republik Indonesia telah berganti-ganti dengan harapan membawa umat Indonesia pada kemaslahatan. Jauh dari penjajahan secara kolonialisme dan imperialisme. Sistem kenegaraan pun terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan rakyatnya. Negeri-negeri imperialis tetap menjajah dan menjepit negeri ini.
Berbicara tentang dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila. Dasar negara yang disepakati oleh pendiri-pendiri bangsa ini sudah diselewengkan dari arti dan fungsinya. Pancasila sudah dijadikan alat pengaman kekuasaan. Seseorang dan sekelompok dikatakan atau dituduh melawan Pancasila apabila menentang pemerintah yang ada. Akan tetapi, kepala pemerintah pusat (Presiden) mengadakan perjanjian kerjasama dengan negara-negara yang ideologinya bertentangan dengan Pancasila. Pemerintah bekerjasama dengan negara-negara kapitalis dan negara-negara yang ideologinya komunis, kemudian itu tidak dianggap melawan Pancasila. Perlu kita ketahui, seperti yang dikatakan Ir. Soekarno bahwa Indonesia ini Non-Blok. Indonesia tidak ke Blok Barat dan tidak ke Blok Timur. Indonesia ini harus bisa menjadi negara yang mandiri dan negara penentu.
Banyak yang mengatakan bahwa Indonesia ini adalah negara demokrasi. Akan tetapi, kenapa pemerintahnya tidak mendengarkan jutaan umat atau rakyat yang datang dari daerah-daerah langsung ke istana negara? Pemerintahnya tidak mendengarkan jeritan rakyat kecil. Rakyat dibutuhkan hanya pada saat pemilihan. Apakah ini yang sesungguhnya demokrasi? Terkadang Indonesia ini berkiblat ke ‘Asing’ dan berkiblat ke ‘Asong’. Ada yang mengatakan Indonesia belum dapat mandiri. Penulis berpendapat bahwa perkataan itu tidak tepat. Kenapa kita tidak dapat mandiri padahal di negeri ini ada segalanya. Negara-negara lain toh meminta-minta ke negari ini, supaya hasil alamnya diekspor.
Sangat perlu kita ketahui bersama, penghasilan sumber daya alam di tanah Indonesia ini sangat melimpah ruah. Apa yang tak ada di Indonesia ini? Di negeri ‘surga’ (Indonesia) ini ada semua, ada minyak, gas, emas, kebutuhan pokok lengkap, karet dan lain sebagainya. Kalau kita tuliskan satu persatu tulisan ini pun akan terlalu tebal dan akan menjadi buku.
Selain sumber daya alamnya, Indonesia juga memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini tidak dapat diragukan lagi. Kualitas anak-anak negeri sudah selevel dengan kualitas anak-anak negeri lain, seperti negara-negara maju. Anak-anak negeri kita telah mampu menciptakan pesawat (BJ. Habibi), memenangkan pertandingan robot, juara-jura olimpiade sains, juara-juara hafidz Al-Qur’an, cendekiawan, ribuan profesor, ilmuan, sastrawan, anak negeri yaang bisa merakit bom, senjata, mampu menguasai telekomunikasi seperti anak Indonesia yang membuat 4G, dan keahlian-keahlian lainnya yang sangat luar biasa sehingga sudah pasti dapat mengelola atau membangun Indonesia ini. Kendati ini pun tidak dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia sehingga mereka pun ditarik ke luar negeri dan lebih berminat di sana karena hasil daya pikirnya dikembangkan.
Sekarang negeri ini terjepit. Negeri ini tidak tahu harus kemana. Kalau pemerintah mengarahkan pada ‘Asing’, pihak atau kaki tangang dari ‘Asong’ pun akan melakukan perlawanan, ditambah apabila asetnya terganggu. Dan sebaliknya. Bangsa ini hanya dapat menonton dan menikmati penderitaannya. Pemerintah yang dipercayai untuk mengelola Indonesia ini dengan baik ternyata jauh panggang dari api. Dia pun ternyata belum dapat membebaskan diri dari tekanan ‘Asing’ dan atau ‘Asong’. Akhirnya pertarungan kedua pihak pun terus berlangsung di negeri ini melaui elit-elitnya masing masing. Rakyatnya semakin terjepit dan bingung hendak mau apa. Hal ini seperti “Gajah-gajah yang yang berantam, ‘Semut-semut pun terjepit. Oh…negeri yang sedang kisruh”.
Apakah yang harus dilakukan? Menurut penulis, masyarakat harus cerdas, kita harus berbenah diri, mengevaluasi diri, menanamkan kecintaan pada tanah air, menyadarkan pada kebenaran, mengajak pada kebaikan, memperkuat kesatuan rakyat dan memlih pemimpin yang mementingkan rakyat. Jangan mau lagi terjebak akibat promosi-promosi calon pemimpin lewat media. Blusukan seorang calon pemimpin sudah tidak menjadi jaminan kebaikan lagi. Semuanya harus betul-betul dipertimbangkan dan diperhatikan secara benar-benar.[]
*Penulis adalah mahasiswa UISU Medan dan pengelola Good Cadre Group.
Ilustrasi: militanindonesia.org