Lpmarena.com-Ketua Pengurus Harian Tanfidziah Nahdhotul Ulama Imam Aziz menyatakan bahwa, pada prinsipnya PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama) menolak adanya pembangunan pabrik semen di kabupaten Rembang Jawa Tengah yang hingga hari ini masih bermasalah perizinannya.
Hal tersebut ia ungkapkan setelah melakukan orasi budaya pada Minggu malam (15/1) dalam acara Gelar Budaya Selamatkan Kendeng yang diadakan oleh Aliansi Petani Kendeng Yogyakarta di Parkiran Terpadu kampus barat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Meskipun belum menyikapi secara resmi, namun PBNU telah memiliki asas-asas hukum yang menolak pendirian pabrik oleh PT Semen Indonesia. Seperti dalam Muktamar terakhir, disepakati bahwa haram hukumnya pengalihan lahan produktif atau lahan subur untuk pembangunan sarana prasarana. “Itu haram hukumnya,” jelas santri Kiai Sahal Mahfudz tersebut.
Sementara, pegunungan Kendeng meurupakan wilayah lahan produktif. Sudah ratusan tahun masyarakat maupun pemerintah mengambil manfaat dari pegunungan tersebut. Masyarakat setempat menanam padi dan palawija. Hal itu memberikan keuntungan yang banyak sekali dalam hal ekonomi. “Kenapa dianggap tidak ada. Ini kan kacau,”ujarnya.
Imam juga menjelaskan bahwa PBNU Jawa Tengah menolak pendirian pabrik semen di Kendeng. Pada Bahtsul Masail (forum pembahasan hukum dalam NU) Jawa Tengah yang terbaru, hasil menunjukkan nada penolakan.
Kemudian, menanggapi adanya Forum Kiai Muda (FKM) dan sejumlah kiai yang mendukung pendirian pabrik semen di Rembang, Imam menjelaskan bahwa dalam Ushul Fiqh (filsafat hukum Islam) terdapat kaidah ‘Darkul mafaasid muqoddamun ngalaa jalbil mashoolih’ yang menyatakan bahwa mencegah kerusakan itu diutamakan daripada mencapai manfaat yang belum pasti.
Bahwa pendirian pabrik semen memang memberikan manfaat, namun menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Seperti kerusakan lingkungan dan budaya, serta lainnya. Jika masih menggunakan madzhab Imam Syafi’i maka, kaidah tersebut seharusnya digunakan. “Karena iming-imingnya pabrik semen itu kan (menyerap) tenaga kerja. Tapi kerusakannya itu kan menyeluruh,” terang mantan Pimpinan LPM Arena di tahun 80-an tersebut.
Selain itu menurut Imam, produk hukum seperti hasil Muktamar yang terakhir seharusnya dipegang oleh para kiai.
Reporter: Syakirun Ni’am
Redaktur : Wulan