Home BERITA Elegi: Duka Cita Kemalangan dan Kematian

Elegi: Duka Cita Kemalangan dan Kematian

by lpm_arena

Lpmarena.com-Dewi Kharisma Michellia (26) penulis asal Bali meluncurkan buku terbarunya berjudul “Elegi”. Peluncuran buku tersebut berbarengan dengan diskusi buku, dengan mendatangkan penulisnya langsung, juga pembicara Puthut Ea, Septi Ws, dan dimoderatori oleh Eka Pocer. Acara dilaksanakan di Dongeng Kopi Jogja, Condong Catur, Jumat (20/1) malam, pukul 19.00 – 21.00.

Buku kumpulan cerpen “Elegi” tersebut berisi 13 cerpen ditambah enam fragmen, yang terdiri dari: Pantai Cermin, Ketaksaan, Penulis Fiksi, Putusan Ely, Tanda, Kompilasi Kehilangan, Rindu, Keberangkatan, Ziarah, 22 Jam, Si Malakama, Pulau Arwah, Forum Keluarga, Perigi Buta, Rekan Bicara, Hidup Kita Selepas Elegi, Semiliar Perbedaan, Cerita Penunda Rutinitas, dan Perpisahan. Cerpen-cerpen ini dibuat Michel dari tahun 2009-2014, dan sebagian besar telah diterbitkan di media massa cetak dan media daring.

Tema yang Michel angkat dalam Elegi bertemakan tentang kemalangan, kepergian, dan kematian. Semisal dalam dalam salah satu cerpen dalam Elegi, ide pembuatan cerpen terinspirasi dari teman Michel yang memasang status tentang kematian. Michel juga memiliki kenangan yang dalam tentang salah seorang teman satu organisasinya di kampus yang memiliki guncangan jiwa dan peminum obat anti depresan.  Teman Michel tersebut sangat cerdas, liberal, tapi hidupnya berakhir mengenaskan. Menjemput ajal dengan mati dipukuli.  “Latar belakang cerpen ini sangat menyita psikologiku,” kata Michel yang juga penulis novel Surat Panjang Tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya (2013) dan A Copy of My Mind (2016) ini.

Cerpenis Puthut Ea mengatakan, cerpen-cerpen Michel “padat dan berongga”. Semisal dalam kutipan berikut: Televisi menyala. Ikan-ikan di akuarium bergerak-gerak cepat. Dini hari itu dua orang masih terjaga duduk berhadapan, dipisahkan sebuah meja. Puthut menyebut ini berrongga, sebab tanpa penulis haru menyebut merk televisi, nama ikan, atau bentuk meja pun, pembaca sudah bisa membayangkan. “Itu gak gampang, tapi untuk paragraf pertama cukup,” kata Puthut.

Berbeda dengan Puthut, Septi Ws mengatakan Elegi bagi Michel seperti alternatif penyembuhan yang sifatnya therapitic. “Itu bagian dari Michel untuk menyembuhkan yang tak tersembuhkan,” tuturnya. Septi juga berharap Michel dapat menulis dengan tema yang lain. “Saya pengen dia nulis hal lain,” ujarnya.

Reporter: Isma Swastiningrum

Redaktur : Wulan