Lpmarena.com – Komunitas Kamera Lubang Jarum (KLJ) Yogyakarta mengadakan diskusi foto bertema “Literasi Budaya Menggunakan Lubang Jarum” di galeri Kelas Pagi Yogyakarta, Senin (23/1). Diskusi menghadirkan Ray Bachtiar Dradjat, fotografer yang mengonsenkan diri pada fotografi lubang jarum, dan dimoderatori oleh Irman Ariadi.
Pinhole (lubang jarum) merupakan teknik fotografi yang cukup purba, ini sudah dikenal sejak abad ke-11, ketika ilmuwan Islam Al Haitham membuat percobaan mengenai dasar mula kamera dan membuat buku tentang teori optik. Kamera lubang jarum merupakan suatu kamera yang dibuat dalam kotak tetutup dan diberi lubang. Di mana kotak tersebut akan menghasilkan bayangan benda di luar kotak dalam wujud terbalik.
Pinhole memiliki variasi jumlah lubang. Ada yang satu, dua, sampai 32 lubang. Medianya pun bermacam-mcam, dari kotak, kaleng, sampai bungkus rokok. Melubanginya sendiri dengan perasaan. Menurut Ray di dalam fotografi, tidak ada yang tidak diseting, semua diseting. Rumusnya adalah secukupnya, pun di lubang jarum.
Dalam pinhole, bukan fokus yang dihasilkan, tapi ketajaman. Di mana setiap jumlah lubang menghasilkan ketajaman dan imajinasinya sendiri-sendiri. “Yang kita tuju bukan cara memotret. Memotret dengan lubang jarum kita berimajinasi. Memunculkan bermacam eksplorasi yang menghasilkan karya yang tak terduga,” ujar Ray yang juga menulis buku berjudul Memotret dengan Kamera Lubang Jarum ini.
Alat fotografi terus berjalan, orang juga harus berjalan, untuk memunculkan imajinasi tersebut, Ray mengatakan kita butuh bermain. Orang-orang saat ini bermainnya di gadget mengakibatkan imajinasi jadi diam, padahal manusia diibaratkan Ray adalah makhluk analog. Analog harus dilatih dan butuh proses. Sehingga dari proses ini memunculkan slogan: membuat bukan membeli. “Tingkat lanjut dari lubang jarum adalah imajinasi tak terhingga,” ujar Ray.
Kegagalan dalam lubang jarum menjadi bagian yang menarik. Jika ada yang gagal akan dicari-cari letak kegagalannya. Di lubang jarum gagal itu seru. Yang gagal itu diperdebatkan. Gagal bagi Ray dikarenakan kita belum menguasai, kita belum sampai ke sana. Itu mengapa di KLJ ada semangat yang diutarakan lewat salam lima jari. Lima elemen tersebut mewakili, jari pertama sebagai pemoto, kedua sang ahlinya, ketiga kamar gelap, keempat pembicara, dan kelima organisatornya.
Dalam pengalamannya, pada tahun 2012 lalu, KLJ Indonesia telah mengadakan jelajah lubang jarum 2012 bertema “Kisah Samudra”. Jelajah ini membahas mengenai literasi budaya Indonesia yang berjaya ketika di samudra,tentang kekuasaan Indonesia di laut. Bagaimana di masyarakat Indonesia tahu sejarahnya lewat foto-foto lubang jarum yang dihasilkan.
Reporter: Isma Swastiningrum
Redaktur : Wulan