Home BERITA Bincang-Bincang Sastra: Menyikapi Agama Dengan Santai

Bincang-Bincang Sastra: Menyikapi Agama Dengan Santai

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com- Sabtu(28/1), gelak tawa terdengar dari para peserta yang hadir saat Joko Pinurbo (Jokpin), Mustofa W. Hasyim, dan Andy Sri Wahyudi membacakan puisinya satu per satu dalam acara bertajuk “Yogya Berhati Tawa”. Acara yang dimulai pukul 20.00 tersebut, disaksikan berbagai kalangan masyarakat hingga memadati Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta (TBY).

Tidak hanya pembacaan puisi, acara tersebut juga diselingi dengan Bincang-bincang Sastra edisi 136 oleh ketiga penyair itu, dipandu oleh Asef Saeful Anwar.

Dalam Bincang-bincang Sastra Joko Pinurbo mengatakan, bahwa orang-orang di Indonesia terlalu serius dalam menyikapi agama sehingga agama terkesan tidak memiliki selera humor.

Salah satu sumber yang menyebabkan hal tersebut adalah cara seseorang memperlakukan dan memandang agama. “Tidak banyak orang yang bisa menyikapi agama dengan santai,” ucap penyair yang akrab disapa Jokpin tersebut.

Dalam tiga tahun terakhir, Jokpin menulis puisi otokritik terhadap perilaku beragama. Dia melihat orang-orang menjadikan agama sebagai sumber ketergantungan hidup, bukan sebagai sumber penghiburan.

“Ini sangat ironis bahwa agama justru menjadi sumber ketergantungan hidup. Nah, harusnya agama itu menjadi sumber penghiburan. Oleh karena itu, dalam tiga tahun terakhir saya cukup banyak menulis puisi-puisi yang berisi otokritik terhadap perilaku beragama,” ucapnya.

Salah satu puisinya yang memiliki unsur humor dalam agama adalah “Celana Ibu” (tahun 2004). Puisi tersebut menceritakan kesedihan Maria melihat anaknya, Yesus, mati di kayu salib tanpa celana yang hanya berbalut jubah penuh darah. Maria pun berniat memberikan celananya pada Yesus di hari kebangkitannya, lalu meminta Yesus untuk mencobanya. ”Paskah?” tanya Maria. “Pas sekali, Bu,” jawab Yesus gembira mengenakan celana ibunya. Lalu Yesus naik ke surga.

Mustofa juga menceritakan pengalamannya semasa kecil, ketika kakeknya bercerita tentang Nabi Yusuf. Ia mengatakan, kakeknya bercerita tentang keterpesonaan para wanita terhadap ketampanan Nabi Yusuf. Kakeknya juga bercerita tentang peristiwa para wanita yang mengiris tangannya tanpa sadar karena ketampanan Nabi Yusuf. Pada pertengahan cerita, kakeknya meminta izin untuk buang air kecil dengan mengatakan,”Maaf ya, nak. Nabi Yusuf mau pipis dulu,” itu adalah kalimat terakhir yang didengar oleh Mustofa menjelang kematian kakeknya.

Menurut Jokpin, cerita Mustofa merupakan salah satu cara menyajikan agama dengan memasukkan unsur humor ke dalamnya. Pada umumnya, orang menghadapi dan menilai kematian sebagai sesuatu yang mengerikan, bukan sesuatu yang seharusnya dihadapi dengan santai.

“Kematian itu dihadapi dengan santai, tidak dengan mengerikan,” ucapnya. Ia juga mengatakan bahwa orang yang memiliki iman yang tinggi akan menghadapi kematian dengan santai. “Itu orang imannya yang tinggi. Menghadapi kematian seperti itu. Eh, aku tak pipis sek, yo? Nah, habis itu mati,” tambahnya.

Magang    : Khaerul Muawan
Redaktur : Wulan