Home BERITA PAKYO Menyentil dan Melucukan Realitas Lewat Kartun

PAKYO Menyentil dan Melucukan Realitas Lewat Kartun

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com – Paguyuban Kartunis Yogyakarta (PAKYO) merupakan salah satu komunitas kartunis tertua di Indonesia, yang terbentuk sejak tahun 1979. Setelah lama mati suri, usai ekshibisi terakhirnya di Pameran Kartun Ekobis FE UGM 2015, PAKYO di bulan Februari 2017 ini kembali menggelar pameran bersama bertajuk KARTUNISTIMEWA.

Pameran tersebut menampilkan karya dari 43 kartunis PAKYO lintas generasi (1980 – 1990 – 2000). Beragam tema, teknik, dan media dihadirkan selama sembilan hari, 11-19 Februari 2017, di Bentara Budaya Yogyakarta. Judul KARTUNISTIMEWA menandai harapan dari PAKYO dalam menunjukkan keistimewaannya sebagai kartunis yang berproses dan melakukan kerja-kerja kreatifnya di kota budaya, Yogyakarta.

Kus Indarto, kurator pameran mengatakan, jika berbicara mengenai kartun, kita akan bertemu dengan kelucuan yang berkaitan dengan realitas sosial. Lebih jauh, di era digital seperti sekarang, kartunis memiliki masalahnya sendiri. Media cetak yang menjadi tempat kartun bertengger, kini makin hari media cetak semakin berkurang jumlahya. Ditambah media grafis dari komputer yang di satu sisi bisa membantu, tapi di sisi lain menjadi tantangan.

Bagi Kus yang tak kalah penting adalah bagaimana kartunis sekarang melakukan sindikasi karya yang bernilai global. Di Yogyakarta, kartunis telah banyak yang bekerja secara kosmopolitan, yang bekerjanya di dalam negeri dan karyanya sampai ke luar negeri, dari Amerika sampai Eropa. Tema-tema yang diangkat pun terselip pula tema-tema lokal. “Menjadi alternatif lain dalam dunia sosial sampai agama,” kata Kus dalam pembukaan pameran, Sabtu (11/2).

Sindhunata selaku perwakilan dari Bentara Budaya Yogyakarta menyatakan banyak kritik yang dipaparkan para kartunis dalam KARTUISTIMEWA ini. Kartun merupakan media yang impresif dalam menyampaikan pesan. Di dalam koran, tak seperti berita, kartun dengan sekali melihat, orang bisa membaca banyak. “Kartun adalah sentilan terhadap realitas yang ada,” ujarnya.

Sentilan-sentilan tersebut sangat beragam, dari masalah korupsi, pilkada, pendidikan, cinta, nasionallisme, Jogja, hoax, dan lainnya. Tema korupsi, seperti yang terlihat dalam karya Alex Pracoyo berjudul Tikus Gedhe Menang Kerahe, yang dimaknai Alex, “Koruptor yang punya jabatan besar biasanya akan menang berperkara.” Ini selaras dengan kartun berjudul Semangat KPK karya Gesigoran, yang mencoba mengatakan jika koruptor itu diibaratkan tikus, yang dipotong KPK hanya buntut tikus saja, koruptornya bisa jalan kemana-mana.

Tema lain yang tak kalah dominan, yakni mengenai pilkada. Terlihat dalam kartun-kartun berjudul: Bung Ayo Bung (Asita), Pilkada Budaya (Bambang Sriawan), Ular Tangga Berhati Binangun (Herpri Kartun), Potret Diri (Hengky Irawan), Pemilih Ganda (Titiek Concat), serta karya-karya tak berjudul (untitled) milik Gatot Eko Cahyono, Herry Wibowo, Supriyanto.

(Video: karya-karya yang ditampilkan dalam KARTUNISTIMEWA – PAKYO)

Reporter: Isma Swastiningrum

Redaktur: Wulan