Home BERITA Pembangunan Masif, Ruang Publik Minim

Pembangunan Masif, Ruang Publik Minim

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com– Semakin minimnya ruang publik di lingkup UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta merupakan dampak dari masifnya pembangunan di area UIN Sunan Kalijaga. Salah satu contohnya adalah pembangunan  gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) yang berujung pada dibongkarnya panggung demokrasi (Pangdem). Hal tersebut mengakibatkan kurangnya tempat atau area diskusi untuk pengembangan intelektual mahasiswa.

Sehubungan hal tersebut Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) komisariat UIN Sunan Kalijaga, melakukan aksi guna menuntut rektorat untuk memfasilitasi mahasiswa dalam pengembangan intelektual. Aksi dilakukan hari ini, Selasa (20/3), dimulai dari depan gedung multipurpose (MP) hingga berakhir di depan gedung rektorat.

Beberapa tuntutan massa aksi kepada pihak rektorat UIN SUKA diantaranya; kampus dibuka kembali 24 jam, memperbanyak ruang publik, memeperjelas  ruang-ruang publik kampus, mengfungsikan laboratorium jurusan sebagaimana mestinya, meningkatkan sistem keamanan kampus, dan menuntut keberpihakan birokrasi kampus terhadap kepentingan mahasiswa. Melalui orasi-orasi yang disampakain masa aksi menginginkan pihak birokrasi kampus untuk segara merealisasikan tuntutan tersebut.

Nahdi mahasiswa semester enam Fakultas Tarbiyah selaku koordinator lapangan mengatakan akhir-akhir ini ruang publik di area UIN SUKA dibatasi oleh pihak kampus. “Padahal dalam statuta UIN tahun 2014, pihak kampus memberikan fasilitas yang representatif dalam melaksanakan kegiatan, baik itu kegiatan kurikulum (yang ada di dalam kelas) atau kegiatan ekstra kampus,” jelasnya.

“Tapi pada realitasnya hal tersebut belum terealisasikan, malahan semakin lama ruang publik untuk berdiskusi, mengembangkan kajian keilmuan dan yang berhubungan dengan keilmuan dibatasi,” ujar Nahdi saat ditemui ARENA.

“Parahnya lagi, taman yang biasanya dibuat diskusi mahasiswa sekarang  diinjak saja ditegur. Padahal itu seharusnya untuk pengembangan intelektual mahasiswa di luar jam kuliah. Belum lagi ditutupnya beberapa fakultas jam setenggah lima yang membuat mahasiswa tidak nyaman untuk menduduki kampus dalam media pengembangan intelektualnya,” sambungnya.

Masa aksi mendesak pihak rektorat untuk menentukan waktu kepastian terealisasinya tuntutan mereka. “Pasalnya dari dulu sampai sekarang pihak rektorat hanya memberikan janji kepada mahasiswa  segera merealisasikan tuntutannya. Faktanya sampai sekarang masih belum terealisasi,” ujar Oden salah satu masa aksi.

Menanggapi aksi tersebut, pihak kampus melalui Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Waryono Abdul Ghofur mengatakan bahwa pihak rektorat akan segera merealisasikan tuntutan tersebut. “Akan tetapi, tidak semua tuntutan akan kami realisasikan,”ucapnya. “Tuntutan yang tidak bisa teralisasi diantaranya adalah membuka kampus 24 jam,” imbuhnya.

“Pasalnya ketika kampus di buka 24 jam akan dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Bukan hanya itu dikhawatirkan juga ketika kampus dibuka 24 jam akan menganggu stabilitas kenyamanan masyarakat sekitar,” sambung Waryono.

Waryono juga mengatakan bahwa pihak rektorat masih membutuhkan waktu untuk membicarakannya. Pihak rektorat juga belum bisa memberikan  kepastian real untuk merealisasikan tuntutan masa aksi. “Tapi, yang jelas pihak rektorat akan segera merealisasikanya guna mendukung proses pengembangan intelektual mahasiswa.”

Magang: M. Abdul Qoni Akmaluddin

Redaktur: Wulan