Home BERITA PP 78 SAKITI BURUH, ABY ADAKAN ‘SELAMETAN’ UNTUK SULTAN

PP 78 SAKITI BURUH, ABY ADAKAN ‘SELAMETAN’ UNTUK SULTAN

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com- Aliansi buruh Yogyakarta (ABY) menggelar aksi budaya dalam memperingati May Day 2017 pada Senin siang (1/4). Setelah berkonvoi dengan kendaraan bermotor dari Tugu Putih Yogyakarta dan dilanjutkan berjalan kaki dari parkiran Abu Bakar Ali sampai titik 0 KM Yogyakarta, sekitar pukul 11.00 WIB massa buruh memasuki area keraton. Di depan pintu keraton massa buruh duduk lesehan di tanah guna melakasanakan Selametan memotong nasi tumpeng untuk Sultan. Yakni dengan memanjatkan doa untuk Gubernur DIY yang dipimpin oleh Ikhlas AL Farisi, salah satu massa aksi dilanjutkan pemotongan tumpeng.

Isi doa tersebut antara lain memohon kepada Tuhan agar Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X diberi kesehatan dan keselamatan. Mereka juga berdoa agar diselamatkan dari pemimpin yang dzalim, serta supaya Sultan memenuhi tuntutan buruh, yang diantaranya tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan sebagai landasan hukum penetapan upah minimum di Yogyakarta.

Ditemui ARENA, Irsyad Adi Irawan, wakil sekjend ABY menjelaskan, Selametan ini merupakan upaya untuk menggugah sanubari sultan. Dalam filosofi Jawa dengan melalui selametan harapannya akan terwujud kepribadian baru. Selain itu, Irsyad mengaku pihaknya telah gencar melakukan aksi demonstrasi dengan konsep yang biasa, namun tuntutannya belum terwujud dan dianggap angin lalu.

Menjelaskan tentang landasan penetapan pengupahan, Irsyad menyatakan sebenarnya DIY sangat bisa tidak menggunakan PP 78. Hal tersebut berkaca pada penetapan upah di Daerah Istimewa Nangro Aceh Darussalam misalnya. Yogyakarta bisa saja menggunakan hasil survey Lembaga Survei Indonesia (LSI) buruh Yogyakarta yang sebesar 2.500.000 perorang. Sementara tahun ini dengan masih menggunakan PP 78, gaji buruh di DIY hanya berkisar antara 1,3 sampai 1,5 juta. Dari perhitungannya untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti ongkos transportasi, sewa tempat tinggal dan lainnya, gaji tersebut hanya cukup untuk makan.

“Menurut kami itu kembali ke zaman perbudakan, nggak digaji tapi dapat makan. Kalo buruh ini dapat gaji tapi cuma cukup untuk makan saja,” ungkap Irsyad.

Sebagai kota termiskin di Jawa dan ketimpanagan ekonomi tertinggi di Indonesia, menurut Irsyad juga disebabkan karena pemberlakuan PP 78. “Maka kemudian kami meminta perbaikan sistem pengupahan di DIY,” kata Irsyad. Akibat lain adalah buruh menjadi golongan masyarakat yang menyandang tuna wisma karema tidak mampu membeli rumah dan tuna asmara.

ABY sendiri telah menempuh perjuangan dengan jalur litigasi dan non litigasi. Melalui jalur non litigasi ABY kerap menyuarakan gugatannya dengan beragam aksi. Sementara melalui jalur litigasi, ABY tengah mengajukan gugatan di PTUN Yogyakarta terhadap Surat Keputusan Gubernur DIY nomor 235 Tahun 2016 Tentang Upah Minimum Kerja Tahun 2017 yang menggunakan PP 78 sebagai acuannya. Sementara, sebagaimana dalam pemberitaan Lpmarena.com lalu, PP tersebut memiliki disharmoni dengan undang-undang di atasnya yakni UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Aksi budaya ini juga menjadi bentuk dukungan terhadap perjuangan jalur litigasi yang sedang ditempuh. Kamis, 4 Mei ini hakim PTUN Yogyakarta akan membacakan putusannya. Irsyad mengaku pihaknya akan terus mengawal pengadilan tersebut. ” Kalo kalah kami akan langsung banding ke tingkat yang lebih tinggi,” ungkap Irsyad mantap.

Aksi budaya ini menjadi aksi budaya jilid III setelah sebelumnya melakukan aksi topo pepe dan Ziarah ke makam raja-raja di Kota Gedhe.

Reporter: Syakirun Ni’am

Redaktur: Wulan