Lpmarena.com- Dana pendidikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan cukup besar untuk menyelenggarakan pendidikan.
Data yang ada menunjukan, di tahun 2016 keseluruhan alokasi dana pendidikan dalam APBN adalah 419,2 Triliun, dengan alokasi 146,3 Triliun dikelola oleh pemerintah pusat, 267,9 Triliun dikelola oleh pemerintah daerah dalam bentuk dana transfer daerah dan dana desa, yang kemudian dialokasikan untuk pendidikan. Kemudian yang lainnya juga diberikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar 49,3 Triliun, Kementerian Agama 46,8 Triliun, Kementerian Negara dan Lembaga 10,7 Triliun dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 5 Triliun.
Di D.I Yogyakarta, anggaran dana pendidikan sudah diatas 20%. “Contoh di tahun 2015, Gunungkidul APBD untuk Pendidikan 49,5%, kemudian Kota Jogja 38,9%, kemudian Kulon Progo, 43,3%, kemudian Bantul 43%” ujar Tenti perwakilan dari IDEA, saat konferensi Pers Hari Pendidkan Nasional yang dilaksanakan Jejaring Masyarakat Anti Korupsi Yogyakarta di Pusat kantor PUKAT UGM, Selasa (02/5).
Tenti menyayangkan, meskipun dana pendidikan sudah hampir setengah dari dana APBD, tapi untuk belanja langsung hanya 7,5% sampai 10%, bahkan untuk Kabupaten Kulon Progo hanya 3,5%. Artinya, APBD pendidkan lebih banyak untuk anggaran belanja tidak langsung.
“Kita harus mendorong pemerintah daerah, terutama di DIY, karena sekarang pendidikan menengah adalah mandat dari pemerintah provinsi mereka harus bisa mengalokasikan anggaran yang benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” tegasnya.
Disamping sebagai penerima dana pendidikan APBD, DIY sendiri mendapat alokasi anggaran dari dana keistimewaan. Misalnya ditahun 2015 ada program pendidikan karakter berbasis budaya sebesar 5,6 Milyar tahun 2015. Bisa diklaim, dari sisi input anggaran pendidikan sudah cukup besar dan memadai. Sedangkan dari sisi output, melihat dari kualitas pendidikan masih banyak persoalan. ”Masih banyak isu-isu pendidikan alternatif, pendidikan ramah anak, kemudian pendidikan karakter dan juga soal tata kelola pendidikan,” ucap Tenti.
Yuliani menambahkan, bahwa di bidang pendidikan sendiri masih “carut-marut”. Dia mencontohkan setiap tahunnnya dana pendidikan selalu meningkat, tapi tidak ada peningkatan kualitas yang dapat dirasakan oleh masyarakat. ”Apa yang didapat dari masyarakat itu hanya itu-itu aja, kualitasnya malah semakin menurun,” ujar Yuliani perwakilan dari Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi).
Menurut Yuliani, penurunan kualitas pendidikan ini disebabkan oleh kesalahan pemerintah, karena biaya yang terlalu tinggi dan tidak adanya pengawasan dari pemerintah baik dari pusat maupun daerah, sehingga tidak maksimalnya anggaran pendidikan di masing-masing sekolah.
Pendidikan sekarang hanya memaksakan anak sesuai dengan ekspresi kurikulum searah saja, tidak akan bisa mengembangkan ekspresi dari seorang anaknya tersebut , tapi anak enggan diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang manusia.
Metodologi pendidikan yang bersifat searah antara kurikulum guru dengan murid hanya akan menghasilkan manusia-manusia yang disiapkan untuk menjadi tenaga kerja, “Bukan pendidikan yang memanusiakan manusia,” sambung Ernawati, perwakilan dari PIA Yogyakarta.
Reporter: AgusTeriyana
Redaktur: Wulan