Lpmarena.com – Kelompok Netrajapu merupakan kelompok seni yang dijadikan ruang dialog guna mengkaji kondisi seni rupa, kondisi sosial, dan wacana-wacana yang berkembang saat ini. Netra berarti mata dan japu merupakan akronim dari Jawa dan Papua, kelompok yang dibentuk pada 8 Juni 2016 tersebut beranggotakan para seniman Jawa dan Papua.
Dari tanggal 5-11 Mei 2017, Kelompok Netrajapu menggelar pameran seni rupa bertajuk “Artmosphere” di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY). Menghadirkan karya para seniman: Agus Prasetyo; Albertho Wanma, Andy Firmanto, Bowo Purwadi, Eiwand Suryo, serta Ignasius Dicky Takndare.
Tema Artmosphere diambil dengan semangat atmosfir yang ada di udara. Atmosfir tersebut melindungi bumi dari panas matahari dan benda angkasa yang berbahaya. Artmosphere dalam Netrajapu mencoba menghadirkan suatu iklim kolaborasi seni yang berbeda antara budaya Jawa dan Papua dengan pemahaman satu sama lain. Di dalam karya pun Jawa dan Papua tidak menjadi entitas yang terpisah.
“Lukisan adalah buah kebebasan kita berekspresi, dan ini diatur undang-undang,” kata Mikke Susanto saat memberikan sambutan di pembukaan pameran di BBY, Kamis (4/5). Mikke yang juga dosen ISI ini mengungkapkan, Jawa dan Papua merupakan perimbangan atas kasus-kasus yang terjadi sekarang ini,
Semisal yang Mikke alami akhir-akhir ini, ada orang yang mengirim WA ke Mikke untuk mengganti foto profil dengan Pancasila. Saking kritisnya masyarakat akan nasionalisme, menjadikan masyarakat sempit menghadapi persoalan, Mikke mengajak masyarakat untuk sensitif.
Mikke menambahkan, di pameran Artmosphere rata-rata senimannya mempunyai prestasi dan teknik yang beragam. Senimannya yang semuanya beralmamater ISI Yogyakarta telah diuji di dalam dan di luar kampus. Hanya saja, Mikke berharap magnet kesenian tidak hanya bertumpu di Yogyakarta. “Kawan-kawan Papua kembali ke Papua, jangan sampai yang hidup cuma Jogja,” ujarnya.
Eiwand Suryo dalam pembukaan mewakili Kelompok Netrajapu juga mengucapkan terima kasih untuk dukungan rekan-rekan dan elemen-elemen pendukung seniman. “Ini kegelisahan kami aja yang nanti bisa mix–culture untuk lebih bisa mengerti wacana berbagai tempat,” ujar Eiwand singkat.
Reporter: Isma Swastiningrum
Redaktur: Wulan