Pengemis di Pertigaan
di persimpangan ini ia bertalu-talu
menyanyikan irama sendu dan rindu
bertamu pada kekosongan
yang terbangun di jiwanya sendiri
menjala lautan, ikan-ikan besi beterbangan
ke sana dan ke mari
matanya terpaksa ditarungkan
dengan asa-asa yang mengapur dan menghambur
bengis bukan alasan untuk merintih
ia berpikir
berhenti berjalan berarti mati
waktu benar-benar memilikinya
sepenuhnya tanpa secuil pun kata tersisa
Kompensasi, 7 Mei 2017
Â
Sajadah
alas ampunan ini tak pernah ternaungi awan
tapi sangat bersahabat dengan yang namanya kemungkinan
di atasmu, entah sudah berapa kali aku mencoba
mencari-cari kemungkinan
di sela-sela doaku yang menyempil di dalamnya
beberapa kali mataku menjerit
lalu lesap tergerus lubang waktu
yang berpusat di kelembutan tiada tandingnya ini
aku kuman kecil
namun dosaku segunung kesalahan
maka tempat paling dapat mendamaikan
di atas sajadah
yang entah sudah berapa juta kali
kucat dengan jiwa hitamku
Kompensasi, 7 Mei 2017
Mukena
Mengelebatkan dunia
Di ambang hati yang terbang
Ke sana dan ke sini
Tak karuan arahnya
Kompensasi, 12 Mei 2017
Â
Wajahmu Merambat di Atas Waktu Bersalju
Teruntuk teman-teman Kompensasi
datanglah angin pengantar tidur pengganggu kersik ranting
dari balik kaca yang terlukis kesepian
terpantul padaku yang sedang dalam kedukaan
aku adalah logam yang mulai berkarat
namun aku masih tahan terhadap asap
yang merambat menjalar dari lingkungan
ke dalam diriku sendiri.
dari mata puisiku, kulihat wajahmu menggantung sejenak
di waktu yang bersalju, lihai berselancar tak kenal perhitungan
sedari awal hingga akhir
yang pernah aku dan kau hiasi api dan hujan
kini mata puisiku sedikit bergeser, menatapmu yang mulai bergerak
masih dari balik kaca, kau berjalan merambat pada waktu bersalju
perlahan tapi pasti
kau tinggalkan emisi
detik ini juga sebelum aku menyusun esok hari
rasanya aku ingin enyah
dari kuburan buku yang bisu tapi menyakitkan
kau telah pandai berpuisi
di atas deretan bilangan yang mungkin tak pernah kau tahu
Kompensasi, 7 Mei 2017
Cinta Serumit Matematika
berdiri di angka-angkamu yang ganjil
tak kuasa menatap semburat tangismu
yang kutimbulkan oleh kerumitan-kerumitan
awam yang ramai menguasai
siapakah yang rumit sesungguhnya?
aku menoleh ke kanan dan ke kiri
melihat kekar-kekar angkamu yang tegak tak beraturan
memang sedari dulu pun, angka-angka yang kita miliki
tidak pernah bersahabat dengan yang namanya berurutan
Kompensasi, 7 Mei 2017
Risen Dhawuh Abdullah. Lahir di Sleman, 29 September 1998. Alumni Bengkel Bahasa dan Sastra 2015, kelas cerpen. Bergabung di Komunitas Pecinta Sastra Indonesia (KOMPENSASI), yang di bawah pengawasan penyair Jogja, Evi Idawati. Bermukim di Bantul, Yogyakarta.
Ilustrasi: http://galeri-nasional.or.id/collections/570-pengemis