Oleh: Ajid Fuad Muzaky*
Agama adalah alat untuk pembebasan. Pertautan antara agama dan revolusi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Unsur-unsur revolusioner sejatinya dan senyatanya ada dalam setiap agama sesuai dengan konteks sejarah masing-masing. Sejarah panjang agama adalah sejarah panjang tentang perlawanan terhadap ketidakadilan. Sejarah tentang melawan penindasan. Tidak ada agama yang lahir untuk melanggengkan status quo, begitupun dengan agama Islam.
Dalam hal ini, agama sebagai pijakan dan revolusi adalah sebuah kewajiban untuk menuju ‘ketauhidan’. Seperti halnya para pemikir Islam menempatkan filsafat sebagi keharusan untuk agamanya, agar pemahaman tentang Islam utuh. Tidak hanya secara tekstual, namun juga konteks sosial, serta keberlangsungan sejarah. Oleh karena itu hubungan antara agama dan revolusi bukanlah hal yang baru, pada dasarnya agama adalah pembebas. Agama adalah revolusi itu sendiri, nabi adalah revolusioner dan pembaru sejati,umat adalah aktor-aktor penerusnya.
Jika kita mau bercermin, maka kita akan menemukan urgensi sesungguhnya dalam agama. Ibrahim adalah cermin revolusi akal untuk meruntuhkan tradisi-tradisi buta, yakni revolusi tauhid melawan berhala-berhala. Musa dengan revolusi pembebasannya melawan Otoritarianisme. Isa adalah contoh revolusi ruh atas matrealisme. Sedangkan Muhammad adalah revolusi atas kegilaan zaman, yakni perbudakan, ketidakadilan, dan perjuangan atas kebebasan masyarakat.
Sejarah juga membuktikan bahwa kenabian adalah tindak memberantas degrdasi moral yang berdampak pada dgredasi sosial dan proses penyadaran menuju keadilan dalam arti yang sesungguhnya. Nabi Muhammad telah menyalakan api perjuangan melawan ketidakadilan, dengan banyak konsekuensi, dari pembunuhan, pengusiaran, dan lain-lain. Maka tugas selanjutnya sebagai umat Muhammad adalah menjaga api perjuangan, agar tetap menyala serta memberi pencerahan sesuai dengan konteks penindasan masing-masing.
Dalam al-qur’an dengan jelas menyerukan perlawanan kepada bentuk kezaliman di muka bumi, seperti yang terkandung dalam Q.S An-Nisa :75, “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri Ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!“.
Dalam hadis, Nabi Muhammad pun menjelaskan bagaimana seharusnya sikap muslim terhadap kezaliman, “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman” (Shahih Muslim: 70)
Sebenarnya dan sejujurnya pemaknaan agama sebagai perlawanan, dalam hal ini Islam, dengan relasi penindasan seringkali dibicarakan, namun hanya sampai pada tataran diskusi, belum pada wilayah aksi.
Umat Islam masih disibukkan dengan persoalan-persoalan yang sifatnya spontanitas, isu-isu politik, sara, dan apesnya sampai lupa bahwa dia adalah objek penindasan yang nyata. Jika di abad-abad pertengahan para intelektual Islam seperti Al-Khawarizm, Ibnu Sina, Ibnu Haytham, dan lain sebagainya banyak membicarakan tentang ilmu pengetahuan dan peradaban Islam yang akan datang, di zaman kita seperti sekarang ini mentok pada persoalan syariat dan problem kafir- mengkafirkan.
Berdasarkan penjabaran di ataslah umat muslim sebagai penerus perjuangan nabi, sepantasnya merefleksikan dan ikut andil dalam gerakan perlwanan. Permasalahan kita sama, yakni ketidakadilan. Mislanya persoalan buruh, masih banyak sekali diantara buruh-buruh berjuang mati-matian memperjuangkan hak-haknya, upah rendah, ancaman PHK, dan kebebasan berserikat. Dalam sektor pertanian, masih banyak persoalan petani yang perlu diperhatikan, pupuk mahal, kualitas buruk bibit, dan ancaman perampasan tanah.
Masalah Perburuhan dan petani adalah dua dari banyaknya permasalahan yang ada. Masih sangat banyak persoalan yang perlu diperjuangkan bersama, dengan konteks penindasan yang berbeda-beda. Melihat penindasan yang sedemikian kompleks dan terstruktur, tentu kawan mereka adalah kita semua, berkawan untuk melawan kezaliman adalah wajib.
Pembahasan Islam dan pembebasan ini penting sejauh umat Islam masih memiliki rasa tanggung jawab moral dan sosial kepada umat Islam maupun kepada seluruh manusia. Karena sejatinya Islam adalah Rahmatan lil Alamin. Turunnya Islam bukan melulu soal pemujuaan dan penghambaan pada Allah SWT, namun juga untuk kebaikan manusia itu sendiri, yakni kebahagian dunia dan akirat. Keduanya tidak akan pernah tercapai ketika para roda penggeraknya tidak tergerak untuk melakukan perubahan, terutama untuk kesejahteraan umat.
Mari bergerak dan melawan, agar nabi Muhammad tak menangis melihat umatnya sekarang![]
*Penulis merupakan koordinator PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) LPM Arena. Tidur di saat lapar, bangun untuk melawan.
Foto: www.facebook.com/juwitha.slanky