Home - Pemuda: Aktor Penggerak Literasi Zaman Ini

Pemuda: Aktor Penggerak Literasi Zaman Ini

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Lpmarena.com – LPM HumaniusH Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI) mengadakan seminar nasional bertema “Pemuda dan Kemungkinan Literasi Zaman Now”. Seminar ini berlangsung pada Senin (20/11), di Convention Hall Lantai 2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Acara dibuka oleh Inayah Rahmaniyah selaku wakil dekan III FUPI. Ia berpesan agar kita tidak terjebak dengan berita-berita hoax yang tersebar di media sosial dan harapannya mahasiswa setelah lulus menjadi agent of change yang bisa berkontribusi dalam masyarakat.

Tujuan dari seminar ini ialah mewujudkan generasi muda berliterasi, agar mampu survive dalam era milenial. “Dengan literasi kita bisa memanusiakan manusia,” ungkap Ferdiansyah selaku ketua panitia pelaksaan seminar.

Mengutip dari David Efendi, selaku pembicara pada seminar kali ini, pengertian literasi dipahami sebagai proses belajar sepanjang masa, bukan hanya sekedar membaca ataupun perihal yang menyangkut perpustakaan saja. Menurutnya terdapat lima pilar gerakan literasi, yaitu: ideologi, penggerak literasi, komunitas, industri perbukuan, serta pembaca.

Ada lima modal yang diperlukan generasi muda masa kini agar bisa menjadi seorang aktivis ataupun penggerak literasi, yaitu dengan memiliki daya imaginatif, kreatif, kritis, kolaboratif serta daya tahan. Generasi muda juga diarahkan untuk turut berperan dalam mengikuti komunitas-komunitas literasi.

Tanpa komunitas literasi akan sulit untuk menyebarkan literasi. Kegiatan dari komunitas literasi biasanya berupa mengadakan perpustakaan jalanan, peminjaman buku secara gratis, dan pendistribusian buku ke daerah-daerah pelosok Indonesia.

Literasi sendiri juga dimaknai sebagai kepekaan terhadap masalah sosial, seperti yang diungkapkan aktivis literasi Fariz Ahsoul, pemateri kedua yang juga pengelola komunitas Indonesia Buku. Literasi bukan hanya sekedar melek baca dan menulis tulisan. Generasi muda diharapkan bersikap kritis terhadap berbagai berita yang tersebar di media sosial dan tidak terpancing dengan banyaknya berita hoax. “Kuncinya adalah dengan banyak-banyak membaca dan tidak lepas dari buku,” terangnya.

Pendapat tersebut juga didukung oleh pemateri ketiga Taifuqurrahman, yang menyinggung pentingnya budaya membaca. Akan ada perbedaan yang mencolok antara mereka yang gemar membaca dan tidak. Di generasi yang semuanya serba dimudahkan ini, tidak seharusnya membuat malas membaca. Karena kita bisa menemukan bacaan dengan mudah lewat gadget yang masing-masing dimiliki.

Kegiatan seminar kemudian ditutup setelah diskusi singkat mengenai bagaimana meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia yang rendah. Masalah ini bisa diatasi dengan pendistribusian buku-buku ke seluruh Indonesia ataupun penambahan bacaan yang lebih beragam untuk dibaca, bukan dengan tema yang hanya mengikuti tren pasar. Selain itu, membangun minat baca sejak kecil dengan pengenalan buku juga efektif untuk dilakukan pada anak-anak agar kedepannya minat baca bisa dipupuk sedini mungkin.

Magang: Dian Novita Sari Lathifah

Redaktur: Wulan