Home KUPAS Biografi Tubuh Penjara: Catatan Kekejaman Fasisme Nazi

Biografi Tubuh Penjara: Catatan Kekejaman Fasisme Nazi

by lpm_arena
Print Friendly, PDF & Email

Published on October 30, 2018

Ditulis dari dalam penjara Gestapo di Pankrats, Praha, buku Catatan dari Tiang Gantungan (Notes from the Gallows) membawa saya pada suasana di mana orang lain dapat menentukan kapan dan bagaimana saya mati. Buku ini ditulis oleh Julius Fuchik, seorang jurnalis, sastrawan, sekaligus politbiro Partai Komunis Cekoslovakia. Fuchik diseret dan dipenjarakan oleh Nazi karena tindakannya yang dianggap subversif.

Saat itu fasisme Nazi dan kaum reaksioner sedang sangat berkuasa. Persekusi dan serangan sepihak amat sering didapati. Tidak terhitung berapa banyak orang yang dipenjarakan dan disiksa hingga tewas, salah satunya Julius Fuchick. Buku setebal 172 halaman ini benar-benar sebuah catatan yang sangat sentimental. Kaleidoskop kekejaman dikisahkan melalui cerita tentang derita yang Fuchik alami, sebelum ia benar-benar selesai dan dijatuhi hukuman mati di Berlin pada 25 Agustus 1943.

Barangkali, ketika kita hendak melihat seperti apa manusia yang sesungguhnya, mungkin buku ini layak menjadi cerminannya. Ketika nyawa manusia berada di ujung tambang, moncong senapan atau pada gagang tongkat penjaga penjara. Seolah Fuchik ingin mengatakan, “Tidak ada humanisme di sini, kami layaknya tikus got yang pantas dibasmi.”

Kerinduan Fuchick terhadap perdamaian sangat kentara ketika ia mengisahkan tentang orang-orang yang dipukuli oleh penjaga penjara hingga tidak sadarkan diri. Teriakan, pengap ruangan, hingga bau amis yang menyeruak ketika darah keluar dari lubang-lubang di kepala digambarkan amat jelas oleh Fuchik. Membuat saya benar-benar merasa berada di posisi—Julius Fuchick—seorang narapidana yang menunggu hukuman mati. Lengkap dengan rahang yang tak lagi peka rangsang dan bubur menjijikkan setiap sarapan, seolah saya benar-benar merasakannya.

Buku ini benar-benar membawa saya pada situasi di mana kematian begitu konkret dan amat dekat. Betapa tidak, menggunakan bahasa sederhana Fuchik menceritakan kekejian tentara Nazi terhadap para tahanannya. Namun, di tengah keterpurukan diri di dalam penjara, Fuchik masih memikirkan nasib bangsanya, Cekoslovakia. “Bangsa kami sedang direntangkan di atas kayu salib; di depan selku adalah pasukan jerman, dan di suatu tempat di luar sana, nasib politik kami terpintal dalam ancaman pengkhianatan” (hal. 29).

Catatan dari Tiang Gantungan selalu ingin mengatakan pada kita: dalam genggaman fasisme Nazi, kehidupan adalah saudara kembar penderitaan. Tetapi dalam ambang keputusasaan Fuchik selalu yakin dengan ungkapan “akhir bahagia”, bahwa takdir Ceko akan lebih terang setelah penderitaan ini dibayar lunas.

Berbeda dengan Fuchik yang berakhir di tanagan algojo, istinya, Augustina Fuchik dapat selamat dari siksaan penjara Gestapo setelah kekalahan Hitler pada Mei 1945. Augustina adalah salah satu dari sebagian orang yang bebas dalam keadaan hidup dan kembali ke tanah air yang telah merdeka. Augustina dalam pengantar buku ini menuliskan, buku inilah akhir bab dari kehidupan Julius Fuchik; catatan yang ditulis diam-diam lembar demi lembar. Kata Augustina, A. Kolinsky, penjaga Ceko yang bersimpati telah menyelundupkan kertas dan pensil untuk Fuchik hingga hidupnya berakhir.

Pembaca akan dibuat benar-benar simpati sejak dalam pengantar. Saya membayangkan bagaimana perasaan Augustina Fuchik setelah membaca catatan suaminya, kisah tentang apa yang suaminya alami sejak dijebloskan ke penjara hingga situasi menjelang ajalnya tiba.

Menurut Samuel Sillen dalam pengantarnya, buku ini adalah karya tentang perang yang paling banyak dibaca di negara asalnya, Cekoslovakia. Tak mengherankan memang, buku ini ditulis dari mata pertama. Orang yang mengalami penyiksaan dalam penjara dan menghabiskan sisa hidup di bawah bayang-bayang tiang gantungan. Pantaslah, kisah-kisah di dalamnya begitu menyentuh, hidup dan menyedihkan. Dan akhirnya Julius Fuchik diangkat menjadi pahlawan nasional di Ceko karena optimisme yang tinggi terhadap masa depan bangsanya. Fuchik terus mendengungkannya bahkan dari balik ruang pengap penjara.

Meski saya hanya membaca dari buku terjemahan, namun nuansa kelam yang diangkat dari manuskrip pedih ini tetap berhasil membuat saya berkali-kali menelan ludah. Barangkali, jika Anda menanyakan apa yang saya dapatkan dari buku ini, tentu jawaban saya sangat sederhana, “Cinta, kehidupan dan tragedi nirkemanusiaan”.

Judul:  Catatan dari Tiang Gantungan | Penulis: Julius Fuchik | Penerjemah: AB Manyu | Penerbit: Vita Litteras | Cetakan: Juli 2018 | Tebal: 172 hlm | Peresensi: Zaim Yunus